Selasa, 30/04/2024 - 00:19 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Komnas HAM: Kasus Gagal Ginjal pada Anak Tergolong Pelanggaran HAM

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyimpulkan kasus ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) tergolong pelanggaran HAM. Komnas HAM menyoroti kelalaian pengawasan obat dalam kasus itu. 

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Komnas HAM memandang unsur pengabaian terhadap kewajiban industri dalam menjamin mutu, khasiat dan keamanan obat merupakan bentuk pelanggaran terhadap HAM. “Melanggar prinsip-prinsip bisnis dan HAM karena telah mencabut hak hidup seseorang dan mengakibatkan penderitaan berkepanjangan bagi korban dan keluarga korban,” kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah dalam paparannya, Sabtu (11/3/2023)

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Komnas HAM menilai penanganan kasus GGAPA merupakan tindakan yang tidak efektif. Hal inilah yang diyakini Komnas HAM sebagai bentuk pembiaran pemerintah terhadap pelanggaran HAM. 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Pelanggaran HAM dilakukan karena negara mengabaikan kewajibannya untuk bertindak secara aktif dan efektif untuk melindungi dan/atau memenuhi HAM,” ujar Anis. 

ADVERTISEMENTS

Komnas HAM merinci terdapat sejumlah pelanggaran HAM atas kasus GGAPA pada anak di Indonesia. Yaitu Hak untuk Hidup, Hak atas Kesehatan, Hak Anak, Hak Memperoleh Keadilan, Hak atas Kesejahteraan, Hak atas Jaminan Sosial, Hak atas Informasi, Hak Konsumen.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Barang Bukti Penangkapan Artis Rio Reifan, 3 Paket Sabu dan 12 Butir Alprazolam

Selain itu, Komnas HAM memandang Pemerintah tidak transparan dan tanggap dalam proses penanganan kasus GGAPA di Indonesia. Terutama dalam memberikan informasi yang tepat dan cepat kepada publik dalam rangka meningkatkan kewaspadaan.

Berikutnya, Komnas HAM menemukan kebijakan dan tindakan surveilans kesehatan (penyelidikan epidemiologis) yang dilakukan oleh Pemerintah tidak efektif dalam menemukan faktor penyebab kasus GGAPA. 

“Sehingga tidak dapat meminimalisir hingga mencegah lonjakan kasus serta jatuhnya korban jiwa yang lebih banyak,” ucap Anis. 

Komnas HAM juga mendapati kebijakan dan tindakan pengawasan terhadap sistem kefarmasian (produksi dan peredaran obat) tidak dilakukan secara efektif oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan keracunan disertai kematian dan dampak lanjutan terhadap ratusan anak-anak.

Berita Lainnya:
Polemik Jelang Putusan MK, Peringatan Keras Prabowo Subianto ke Pihak yang Suka Fitnah: Kita Mengerti Keadaan

Kondisi ini menurut Komnas HAM diperparah tata kelola kelembagaan dan koordinasi antarinstansi pemerintah dalam penanganan kasus GGAPA tidak efektif. 

“Kesengajaan mengubah bahan baku tambahan obat yang tidak sesuai label dan peruntukannya sehingga menyebabkan keracunan disertai kematian terhadap ratusan anak oleh industri farmasi merupakan perbuatan melawan hukum atau tindak pidana,” ujar Anis.

Kesimpulan ini didapat Komnas HAM berdasarkan pemantauan situasi HAM, penerimaan pengaduan, pemantauan lapangan, ppermintaan keterangan (BPOM, Kementerian Kesehatan, Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, perusahaan dalam bidang industri farmasi, ahli kesehatan).

Dari data Komnas HAM kasus GGAPA pada anak di Indonesia sepanjang tahun 2022 sampai pada 5 Februari 2023 tercatat 326 kasus yang tersebar di 27 Provinsi. Adapun GGAPA disebabkan keracunan etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) dalam produk obat sirop. 

 

 

 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi