Minggu, 28/05/2023 - 14:10 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL

Uni Eropa: Kemitraan Cina-Rusia Terbatas

Presiden China Xi Jinping (kiri) dan Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan).

BRUSSELS — Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan kemitraan Cina dengan Rusia terbatas meski retorika dua negara itu mengungkapkan sebaliknya. Ia mengatakan, Eropa akan menyambut baik setiap upaya Beijing menjaga jarak dari Moskow.

Pernyataan Borrell ini disampaikan usai Presiden Cina Xi Jinping bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow. Dua pemimpin itu mendeklarasikan kemitraan “tanpa batas” pada Februari 2022 lalu, beberapa hari sebelum invasi Rusia ke Ukraina.

Namun Borrell mengatakan meskipun Cina menjalin hubungan ekonomi dan diplomatik yang erat dengan Rusia. Tapi dua negara itu tidak membentuk aliansi militer dan Beijing tidak mengirimkan pasokan senjata untuk membantu perang Rusia di Ukraina.

BACAAN LAIN:
Rapper Amerika Tyga Siap Meriahkan Panggung Atlas Beach Club Bali

“Pertemanan tidak terbatas ini tampaknya memiliki sejumlah batasan,” kata Borrel di Brussels, Jumat (24/3/2023).

“Bagi kami China belum melewati batas apa pun,” tambahnya.

Borrell juga mengatakan akan segera berkunjung ke China, tapi tanggalnya belum difinalisasi. Rencana ini membuatnya menjadi salah satu pemimpin Uni Eropa yang hendak berkunjung ke China.

Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez berencana terbang ke China pekan depan. Sementara Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, akan berkunjung bersama-sama ke China pada pekan berikutnya.

BACAAN LAIN:
Mobil Listrik China BYD Digugat Produsen China Lainnya Terkait Mobil Hibrida Plug-in

Borrell mengatakan usulan Beijing untuk mengakhiri perang di Ukraina menunjukkan China tidak ingin sepenuhnya bersekutu dengan Rusia dan Uni Eropa harus menyambut baik hal ini. Walaupun negara-negara Barat menegaskan tidak mempertimbangkan inisiatif Beijing sebagai rencana yang sepenuhnya matang.

Ia mengatakan, China lebih ingin berperan sebagai “fasilitator” dibandingkan mediator. Karena Rusia menyambut usulan China. “China muncul dalam peran yang saya kira harus kami dorong,” kata Borrolls.

sumber : Reuters

Sumber: Republika

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi
Click to Hide Advanced Floating Content

Click to Hide Advanced Floating Content