Senin, 06/05/2024 - 04:29 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

PSHK: Ketua KPU Selayaknya Mengundurkan Diri Karena Terbukti Langgar Kode Etik

ADVERTISEMENTS

JAKARTA – Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) mendesak Ketua Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari mundur karena terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Hal ini menyusul hasil putusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) terhadap komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu dan Ketua KPU.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

Peneliti PSHK, Fajri Nursyamsi mengatakan, bahwa proses pemeriksaan dan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) sudah menunjukkan dengan jelas Ketua KPU terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Yakni, berupa tindakan tidak profesional dengan mendahulukan kepentingan pribadi di atas kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketua KPU juga dinilai mencoreng kredibilitas kelembagaan KPU RI karena terkait dengan konflik kepentingan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

“Oleh karena itu, terlepas dari sanksi yang sudah dijatuhkan DKPP, sebagai ketua lembaga negara yang sudah diangkat sumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa, dan menyatakan akan mengutamakan kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia di atas kepentingan pribadi, Ketua KPU sudah selayaknya untuk mengundurkan diri dari keanggotaan KPU,” kata Fajri kepada Republika.co.id di Jakarta pada Rabu (5/4/2023).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Dalam hal ini, PSHK juga mendesak DKPP untuk lebih tegas dan tidak ragu menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap sebagai anggota. Hal ini haru dilakukan jika ada penyelenggara pemilu yang melakukan pelanggaran kode etik, terutama yang berkaitan dengan tindakan sengaja mendahulukan kepentingan pribadi dan terkait dengan konflik kepentingan dengan perannya sebagai penyelenggara pemilu.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh
Berita Lainnya:
DPR Panggil KPU pada 15 Mei Bahas Evaluasi Pemilu 2024

“DKPP harus membuat mekanisme perlindungan terhadap korban dan/atau pengadu yang terkait dengan dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu,” kata Fajri.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

DKPP juga didesak untuk menyiapkan mekanisme pemeriksaan terhadap korban dan/atau pengadu agar dapat memberikan informasi secara bebas, aman, dan tanpa tekanan. “Sekali lagi, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari untuk segera mengundurkan diri dari keanggotaan KPU RI,” terang dia.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Putusan DKPP RI Nomor 35-PKE-DKPP/II/2023 dan 39-PKE-DKPP/II/2023 memberikan sanksi “peringatan keras terakhir” kepada Ketua KPU RI Hasyim. Dia melanggar Pasal 6 ayat (3) huruf e dan f jo Pasal 15 huruf a, d, dan g Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Ketua KPU dinilai melanggar prinsip profesionalisme dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu, dan mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu. Menurut PSHK, DKPP tidak tegas dalam penjatuhan sanksi peringatan keras terhadap ketua KPU.

Berita Lainnya:
PDIP akan Ajukan Kembali Puan Maharani Jadi Ketua DPR 2024-2029

“Alih-alih menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap sebagai anggota KPU, DKPP justru melakukan pembiaran terhadap Ketua KPU yang sudah terbukti melanggar kode etik. DKPP seolah tidak menyadari bahwa kredibilitas KPU dipertaruhkan dalam putusannya, yang akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu dan proses pemilu secara keseluruhan,” kata Fajri.

PSHK menilai putusan DKPP tidak berperspektif korban dugaan kekerasan seksual. Hal ini dilihat dari segi proses penanganan kasus pelecehan seksual, DKPP tidak memiliki skema pelindungan saksi dan korban. Kedua, kata Fajri, DKPP gagal menghadirkan perspektif korban dalam proses penanganan kasus maupun pertimbangan hukumnya.

“Ketiga, DKPP absen menghadirkan pertimbangan relasi kuasa yang seringkali berperan dalam kasus kekerasan seksual. Di tengah berbagai kekurangan tersebut, DKPP justru menekankan beban pembuktian kepada korban,” tutur Fajri.

PSHK menilai mekanisme penanganan kasus yang timpang dan minim perspektif tersebut menjadi gambaran bahwa DKPP tidak mampu menciptakan ruang aman dan perlindungan bagi setiap orang yang bermaksud menyampaikan pengaduan atas dugaan pelanggaran etik perilaku penyelenggara pemilu. “DKPP seharusnya mampu menciptakan proses yang adil dalam memeriksa dan memutus aduan dan/atau laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan penyelenggara pemilu,” kata dia.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi