Selasa, 21/05/2024 - 18:24 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

AMERIKAINTERNASIONAL

Demonstrasi Anti-LGBTQ+ Meningkat

Serangan terhadap kelompok LGBTQ+ secara online maupun offline meningkat.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

WASHINGTON — Serangan terhadap kelompok LGBTQ+ secara online maupun offline meningkat. Pemicu serangan diduga berkaitan dengan upaya hukum untuk membatasi hak-hak LGBTQ+ dan retorika politik yang mengobarkan percakapan nasional seputar isu-isu seperti drag show dan perawatan kesehatan transgender.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Seorang ilmuwan politik dan data di Universitas Harvard, Jay Ulfelder telah melacak demonstrasi anti-LGBTQ+ sejak 2017. Data tersebut menunjukkan, demonstrasi anti-LGBTQ+ mengalami peningkatan sekitar 30 kali lipat dibandingkan dengan 2017. Sementara protes terhadap kelompok sayap kanan naik hampir empat kali lipat.  

Salah satu pemicu serangan yakni langkah hukum untuk membatasi hak LGBTQ+ yang meningkat. ACLU telah melacak 491 RUU anti-LGBTQ di badan legislatif negara bagian pada 2023. Ini adalah rekor tertinggi dalam satu abad terakhir.  Telah ada upaya yang dipimpin oleh Partai Republik untuk membatasi hambatan di setidaknya 15 negara bagian dalam beberapa bulan terakhir.

Berita Lainnya:
Ribuan Warga Israel dan Keluarga Sandera Kembali Turun ke Jalan

Tahun ini di Florida, pejabat pendidikan memperluas inisiatif Gubernur Ron DeSantis yang membatasi diskusi LGBTQ+ di sekolah hingga kelas tiga. Kebijakan ini juga dikenal sebagai RUU “Jangan Katakan Gay”.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Para pendukung RUU anti-gay berpendapat bahwa hanya orang tua yang harus memutuskan kapan membahas topik seksualitas atau identitas gender dengan anak-anak.

Di dunia maya, cercaan untuk kelompok LGBTQ+ juga meningkat. Sebuah laporan dari Pusat Penanggulangan Kebencian Digital (CCDH) dan Kampanye Hak Asasi Manusia tahun lalu menemukan lonjakan 406 persen cuitan di Twitter yang mengejek kelompok LGBTQ+. Warganet mengejek kelompok LGBTQ+ dengan sebutan “groomer”. Peningkatan terjadi setelah RUU “Jangan Katakan Gay” disahkan pada Maret 2022.

ADVERTISEMENTS

Direktur penelitian di Universitas Princeton yang melacak kekerasan politik secara nasional, Joel Day mengatakan, membuktikan kausalitas antara serangan online dan offline itu sulit. Dia memperingatkan, serangan online dan offline saling memperkuat satu sama lain.  

ADVERTISEMENTS

“Sebuah acara, seperti ‘Jangan Katakan Gay’, dapat meningkatkan obrolan di media sosial. Dan obrolan itu bisa meningkatkan kemungkinan kebijakan semacam itu,” ujar Day.

Berita Lainnya:
Hindari Kemarahan Konsumen, Target Tarik Barang Bertema LGBTQ

sumber : Reuters

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi