Selasa, 30/04/2024 - 02:00 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Mendorong Pemenuhan Hak Difabel Melalui Produk Hukum yang Tepat

ADVERTISEMENTS

JAKARTA –Negara menjamin hak asasi manusia (HAM) warganya sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 28A sampai dengan 28J UUD NRI Tahun 1945. Salah satu bagian dari warga negara  adalah penyandang disabilitas atau difabel yang mempunyai hak asasi dan kedudukan yang sama dihadapan hukum.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah melalui Otonomi Daerah telah memberikan semangat baru bagi penyelenggara pemerintahan daerah untuk mendukung pemenuhan hak hak penyandang disabilitas. Produk Hukum Daerah baik Perda dan Perkada didorong untuk ramah dan berpihak terhadap penyandang disabilitas.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Seiring dengan perkembangan masyarakat internasional, terjadi perubahan pandangan khususnya dalam pemenuhan hak Penyandang Disabilitas yang tertuang dalam Convention On The Rights Of Person With Disabilities (CPRD). Pemerintah Indonesia telah meratifikasi CPRD yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak Penyandang Disablitas. 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Ratifikasi CPRD menunjukkan adanya komitmen Pemerintah Indonesia untuk melindungi, memajukan, dan memenuhi hak penyandang disabilitas yang pada akhirnya diharapkan akan mampu mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan.

ADVERTISEMENTS

Perubahan paradigma berdasarkan CPRD yang memuat adanya jaminan perlindungan, pemajuan, dan penegakkan hak penyandang disabilitas, serta keharusan mengubah perlakuan pemerintah dan masyarakat yang semula memandang difabel sebagai “orang yang sakit dan perlu dibantu” menjadi “orang yang sehat namun berkebutuhan khusus sehingga perlu diberikan akses dan kemudahan”, mendorong pemerintah untuk mengubah Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997. 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Akhirnya pada 15 April 2016, pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Hadirnya kebijakan pemerintah pusat dalam rangka pemenuhan hak penyandang disabilitas melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 dimaksud, juga perlu ditindaklanjuti bersama sama oleh stakeholder terkait yang salah satunya adalah pemerintah daerah. 

Karena itu, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri sebagai pembina dan pengawas umum penyelenggaraan pemerintahan daerah membuka ruang koordinasi kepada penyelenggara pemerintahan di daerah, dalam rangka memahami lebih jauh mengenai pemenuhan hak penyandang disabilitas dan mendorong percepatan penyusunan produk hukum daerah mengenai penyandang disabilitas bagi daerah yang belum menetapkan. 

Berita Lainnya:
Momen Ketua MK Suhartoyo Tegur Hotman Paris karena Terus Cecar Saksi Ahli Kubu AMIN

“Dengan dibukanya ruang koordinasi ini, diharapkan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dapat menjawab permasalahan yang ada dan memenuhi kebutuhan penyandang disabiltas sesuai koridor-koridor ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” kata Plh Direktur Produk Hukum Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sukoco, saat membuka rapat koordinasi pusat dan daerah dalam rangka reviu dan percepatan penyelesaian produk hukum daerah yang berpihak terhadap penyandang disabilitas.

Sukoco mengatakan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas merupakan bentuk komitmen pemerintah dalam melakukan penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak Penyandang Disabilitas. 

Undang-Undang dimaksud telah mempunyai peraturan turunan yang terdiri enam peraturan pemerintah dan dua peraturan presiden. Bentuk komitmen tersebut juga perlu didorong bersama-sama oleh para stakeholder terkait. Meningat pada praktiknya, saat ini difabel masih hidup dalam kondisi rentan karena adanya pembatasan, hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan haknya sebagai warga negara.

“Salah satu aspek yang dapat disoroti terkait pemenuhan hak difabel dalam memperoleh pekerjaan,” ujar Sukoco. 

Survei BPS mengungkap bahwa jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai sekitar 22,5 juta orang pada 2022. Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2021 yang sebesar 16,5 juta. Penelitian yang sama menunjukan hanya 7,6 juta dari 17 juta difabel usia produktif yang bekerja. Data tersebut menunjukan hanya 44% difabel yang memperoleh pekerjaan. 

“Secara tegas dalam Pasal 53 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, bahwa pemerintah pusat, pemda, BUMN, dan BUMD wajib memperkejakan paling sedikit 2% difabel dari jumlah pegawai atau pekerja. Sedangkan untuk perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1%,” tegas Sukoco. 

Berita Lainnya:
Ada 22 Amicus Curiae Sengketa Pilpres Diterima MK, Termasuk dari Megawati dan Habib Rizieq

Makmur menegaskan, permasalahan dalam pemenuhak hak difabel perlu menjadi perhatian semua pihak. Dalam hal ini Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas beserta peraturan pelaksaannya juga telah memberikan kewenangan secara atributif kepada pemda untuk membuat kebijakan yang dapat melindungi dan memenuhi hak-hak difabel. 

“Perlu percepatan dan langkah langkah oleh pemda dalam menyikapi hal tersebut, mengingat dari hasil inventaris yang telah dilakukan oleh Direktorat Jenderal Otonomi Daerah, baru 123 produk hukum daerah yang mengatur mengenai difabel,” katanya.

Rapat koordinasi ini sebagai upaya mensinergikan kebijakan pasca ditetapkannya perubahan Undang-Undang dimaksud. Tujuan rapat koordinasi ini untuk mengupayakan keselarasan dalam mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan di daerah. Melalui penyelenggaraan rapat koordinasi ini diharapkan masukan-masukan yang komprehensif bagi jalannya penyelenggaraan pemerintahan ke depannya.

“Rapat koordinasi ini membangun ruang diskusi serta kesempatan yang terbuka kepada setiap sektor untuk bersama-sama memahami maksud dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016, serta memberikan masukan dan saran terhadap pembentukan kebijakan di daerah terkait pemenuhan hak difabel agar dapat harmonis dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi sehingga dapat implementatif,” ujar Sukoco.

Peserta rapat koordinasi terdiri dari unsur DPRD yang meliputi Ketua Bapemperda DPRD Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Maluku, Papua Barat, dan Kabupaten Sukoharjo. Dari unsur pemda yang terdiri dari Kepala Biro Hukum dan Kepala Dinas Sosial, meliputi Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Utara, Kalimantan Tengah, Maluku, Papua Barat, Kabupaten Sukoharjo.

 

 

 

 

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi