Selasa, 21/05/2024 - 05:33 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Peradaban Indonesia yang (semakin) Rapuh? 

Penulis: Nashih Nashrullah**

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

FAKTOR penghancur peradaban itu sangat beragam dan mungkin kompleks. Satu sama lain saling berkaitan. Jared Diamond dalam bukunya yang bertajuk “Collapse: How Societies Choose to Fail or Succeed,” menulis kemungkinan tumbangnya sejumlah peradaban. Ironisnya, negara kita, Indonesia masuk dalam hitungannya.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Selain negara kita, guru besar Geografi di University of California, Los Angeles, ini mencolek juga nama Kolombia dan Nepal. Mungkin kita agak sedikit beruntung, tetapi tetap perlu mawas dan waspada, negara seperti Somalia, Rwanda, dan Zimbabwe ia sebut sebagai peradaban yang tumbang pada era modern sekarang!

Diamond menyebut ada lima faktor. Kelimanya itu merujuk pengalaman Norse Greenland Eropa yang pernah berjaya dari 984 M hingga akhirnya tumbang pada 1450 M.

Perilaku yang bermuara pada akhlak ikut bersumbangsih pada keruntuhan Greendland. Seperti tampak dari penggundulan tanah yang dilakukan oleh Viking, menyebabkan erosi dan berdampak fatal bagi kelangsungan hidup mereka.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Menurut Diamond, secara umum, sebuah peradaban runtuh setelah mencapai puncak kejayaannya. Begitulah siklus peradaban. Dalam beberapa kasus, ada pula peradaban yang runtuh dengan begitu cepat, setelah kejayaan berhasil diraih selama beberapa dekade, tetapi dalam tempo yang begitu cepat, peradaban itu tumbang seperti peradaban Maya Klasik di Yucatan.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Merdeka Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar!

Secara teori, sebetulnya paparan Diamond tak begitu mengagetkan. Ia tidak berangkat dari kesimpulan nol. Teori yang sama tentang siklus peradaban yang melemah akibat merosotnya moralitas pernah disampaikan, antara lain, oleh para cendekiawan Muslim.

Dalam “Muqaddimah”-nya, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa jika Tuhan berkehendak memberangus peradaban,  mereka akan diuji dengan seberapa jauh konsisten dan komitmen memegang nilai dan moralitas tersebut saat kemaksiatan merebak di mana-mana. “Inilah yang terjadi terhadap runtuhnya peradaban Islam di Andalusia, Spanyol,” tulis Ibnu Khaldun.

ADVERTISEMENTS

Nilai-nilai moralitas inilah yang kini, kian kentara, di institusi keluarga kita. Ikatan rumah tangga sudah bukan hal yang sakral lagi. Perceraian begitu mudah terucap. Keluarga berantakan dan mengancam generasi-generasi penerus kita.

ADVERTISEMENTS

Angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir terus meningkat. Dari dua juta pasangan menikah, sebanyak 15 hingga 20 persen bercerai. Sementara itu, jumlah kasus perceraian yang diputus Pengadilan Tinggi Agama seluruh Indonesia pada 2014 mencapai 382.231, naik sekitar kasus 131.023 dibandingkan tahun 2010 sebanyak 251.208 kasus.

Ironisnya, saat bersamaan, paradigma, cara pandang, dan perspektif sebagian kita terhadap sosok perempuan kian bergeser jauh. Mereka menempatkan kauh Hawa, layaknya objek, bukan sebagai partner membangun sebuah peradaban.

Berita Lainnya:
Prahara Berlanjut di Bank Aceh

Objek, sebagaimana karakternya, hanya menjadi maf’ul bih, tak lebih. Teknologi kian mengkristalkan pola interaksi itu. Atau perilaku Barbar manusia modern saat ini yang memperbudak, menjual, dan menindas perempuan, mengingatkan kita terhadap kelakuan yang sama pada peradaban masa kuno. Apakah memang siklus peradaban masa kini tengah berbalik ke masa lampau, sebagaimana yang diteorikan oleh Lauer, Oswald Spengler, atau Pitirim Sorokin?

Berbagai peristiwa itu terjadi berulang-ulang, tanpa direncanakan pada titik tertentu. Tidak ada proses perubahan masyarakat secara bertahap sehingga batas antara pola hidup primitif, tradisional, dan modern tidak jelas bahkan mulai kabur. Atau, ini adalah upaya mencapai peradaban yang lebih tinggi seperti prediksi Arnold Toynbee?

Jika kekaguman Umar bin Abdullah bin Abi Rabi’ah (w 93H/711 M), pujangga ternama yang hidup pada Dinasti Umayah dalam puisi-puisinya saja mampu menginspirasi Barat dalam memuliakan perempuan, mestinya, kita sebagai Muslim, di mana pun berada, mampu berperan aktif menyelesaikan persoalan ini. Dalam kekagumannya, sosok yang didaulat sebagai tokoh Quraisy paling puitis itu menulis:

Aku melihat paras dan aura kehawaannya

Seperti sinar rembulan yang elok

Ketika tampak dari kegelapan

Dengan segera wajahnya bersinar

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi