Oleh: Lilik Sumarnim, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Muhammadiyah Jakarta
Media massa memiliki kekuatan signifikan dalam membentuk opini. Begitu pula apa yang ditampilkan media akan menjadi menarik bagi masyarakat atau netizen, termasuk fenomena kekerasan yang dialami oleh perempuan, dari KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) dalam bentuk penyiksaan secara fisik, maupun secara psikologis.
Kekerasan ini tidak hanya dialami oleh perempuan yang sudah menikah, tetapi juga ketika mereka memiliki kedekatan hubungan khusus dengan teman prianya. Contohnya saja, kekerasan yang dilakukan oleh artis Leon Dozan kepada Rinoa Aurora Senduk.
Berita yang diangkat pada 17 November 2023, Liputan6.com, Jakarta, bahwa diketahui motif penganiayaan yang dilakukan oleh artis Leon Dozan terhadap kekasihnya, Rinoa Aurora Senduk alias Nazwa (19 tahun). Hasil pemeriksaan menunjukkan penganiayaan terjadi dikarenakan motif cemburu.
Menurut Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol. Susatyo Purnomo Condro, Leon Dozan telah dua kali menganiaya kekasihnya yakni di mall kawasan Cinere pada 30 September 2023 dan di kediaman korban kawasan Gambir pada 7 November 2023. Adapun motifnya karena terbakar cemburu.
Kita dapat menyaksikan kekerasan live secara online bertebaran di beranda media sosial, dan banyak dari kita cenderung penasaran dan menikmatinya. Dan mungkin, empati kita pun mulai terkikis dengan adanya kemajuan teknologi digital, di mana setiap orang bisa menjadi produksi sekaligus pelaku dalam suatu fenomena yang di-share melalui media sosial. Yang penting viral dan eksis, tanpa lagi memperhitungkan dampaknya bagi audiens atau netizen anak-anak maupun remaja. Budaya viral, telah membuat kita menjadi manusia yang hanya mengedepankan hidup hedon dan konsumtif.
Adapun dalam (dr. Rizal Fadli. 2020) Halodoc, Jakarta, dijelaskan mendapat perhatian dari orang lain, menjadi populer, dan diakui oleh orang banyak tentu akan membuat hati seseorang menjadi senang. Namun selalu mencari perhatian dari orang lain dan ingin terus menerus menjadi pusat perhatian, sebaiknya harus hati-hati dan perlu dicermati. Sebab, bisa jadi hal itu menunjukkan gejala gangguan kepribadian.
Dijelaskan gangguan kepribadian adalah jenis gangguan mental di mana seseorang memiliki pola pikir, fungsi, dan perilaku yang tidak sehat. Seseorang yang memiliki gangguan kepribadian memiliki kesulitan untuk memahami dan berinteraksi di dalam situasi atau dengan orang lain. Akibatnya, mereka bisa mengalami masalah baik dalam hubungan dengan orang lain, kegiatan sosial, pekerjaan, dan sekolah.
Histrionic personality disorder (HPD) adalah gangguan kepribadian yang ditandai dengan pola perilaku yang terus-menerus mencari perhatian dan memiliki emosi yang ekstrem. Orang-orang dengan HPD ingin menjadi pusat perhatian di setiap kelompok orang, dan mereka akan merasa tidak nyaman bila tidak diperhatikan atau eksis.
Orang dengan gangguan kepribadian meskipun memiliki kepribadian yang ceria dan menarik, namun mereka sulit menerima bila orang lain tidak lagi memperhatikan. Pengidap HPD, bahkan bisa berperilaku menggoda atau provokatif secara seksual demi menarik perhatian orang lain pada diri mereka sendiri.
Betapa bahayanya, penyakit ini jika dialami oleh para remaja. Di mana kita bisa lihat hanya karena konten remaja pria menyiksa teman perempuannya, serta kekerasan yang lainnya. Pola perilaku selalu mencari perhatian dan emosi ekstrem menandakan gangguan kepribadian histrionik ini dapat dimulai pada awal masa dewasa. Semuanya dapat ditunjukkan dalam berbagai konteks.
Adapun pada Liputan6.com, Jakarta, (Farel Gerald, 18 Agustus 2023), di mana masyarakat sedang merayakan hari kemerdekaan Indonesia, sebuah insiden miris menimpa dunia pendidikan di negeri ini. Sebuah berita muncul dari SMA Negeri 15 Maluku Tengah, pada Senin, 14 Agustus 2023. Seorang guru yang seharusnya menjadi panutan bagi para siswanya, justru dirundung oleh sekelompok muridnya.
Kejadian ini bermula ketika para siswa berunjuk rasa di area parkir sekolah. Aksi bullying siswa makin menjadi-jadi ketika guru tersebut mencoba mengambil kembali kuncinya dari tangan siswa yang mengambilnya. Bukannya dibantu, belasan siswa yang menyaksikan malah menyoraki dan mencemoohnya.