Selasa, 21/05/2024 - 08:02 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Mahfud Sebut KKN Era Sekarang Lebih Parah dari Orba: Apa Kita Tak Merasa Berdosa kepada Pak Harto?

BANDA ACEH – Menkopolhukam, Mahfud MD menyebutkan, rezim yang ada di Indonesia sekarang ini lebih buruk dibanding dengan zaman Soeharto.Menurutnya, Orde Baru yang dulu digulingkan lantaran kasus KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) masih lebih baik. Sebab, kasus KKN pada rezim saat ini justru lebih parah.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Hal itu disampaikannya di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang tayang di tvOne pada 24 Mei 2016 silam.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini mengatakan, Soeharto dilengserkan dari jabatannya setelah 32 tahun menjadi Presiden ke-2 Republik Indonesia.

Alasan dibalik melengserkan Jenderal Bintang 5 itu adalah kasus KKN yang terjadi di era kepemimpinannya. Namun sekarang, kasus KKN justru lebih banyak.

“Tetapi sesudah lama begini, alasan-alasan dulu menjatuhkan Pak Harto itu, KKN misalnya, sekarang KKN ini lebih banyak dari zaman Pak Harto,” tegasnya.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Bahkan ia berani mengutarakan bila kasus KKN pada zaman reformasi terjadi hampir di seluruh lini. Termasuk utang negara yang terus bertambah.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

“Zaman reformasi itu lebih parah. Jadi vertikal horizontal KKN udah pasti, utangnya lebih banyak,” katanya.

Berita Lainnya:
DIY Dukung Implementasi Pelayanan Publik Berbasis HAM 

Tak hanya soal KKN, Mahfud juga menyoroti perihal kesenjangan yang bahkan semakin jauh dari kesetaraan.

ADVERTISEMENTS

Ia pun membandingkan Indeks Gini Ratio pada zaman Soeharto yang berada pada angka 0,2. Artinya kesenjangan yang terjadi bisa dikatakan agak merata.

ADVERTISEMENTS

Sementara saat ini, kesenjangan berdasarkan Indeks Gini Ratio justru 0,435. Hal itu menjadi pertanda kesenjangan yang terjadi justru semakin jauh dari kesetaraan.

“Artinya begini, kalau kita dulu menjatuhkan Pak Harto oleh karena dia KKN, apa kita tidak merasa berdosa sekarang ini kepada Pak Harto,” ujarnya.

Pria kelahiran Sampang, 13 Mei 1957 ini menambahkan, kasus KKN yang terjadi usai lengsernya Soeharto dari takhta kepemimpinannya justru lebih banyak.

“Sekarang KKN lebih banyak. Dulu yang korupsi Golkar aja, sekarang semua partai. Saya hafal 10 partai yang sekarang punya nama di Parlemen,” katanya.

Tak rindu zaman Orde Baru

Menilik lebih jauh, era Orde Baru bahkan sering digaungkan oleh sebagian pihak kepentingan terkait. Lengkap dengan meme yang menyebut ada kerinduan terhadap era kepemimpinan The Smiling General.

Berita Lainnya:
Din Syamsuddin Ajak Peserta Aksi Tahan Amarah: Putusan MK Bukan Kiamat

Meski begitu, Mahfud menyebutkan dirinya sama sekali tak merindukan zaman Orde Baru. Dirinya hanya meminta seluruh pihak sadar bahwa rezim saat ini seharusnya bisa lebih baik.

“Saya tidak saya tidak rindu sama sekali (Orde Baru), tapi sekarang kan sudah di kampanyekan. Dan ini seluruh proses reformasi,” katanya.

Ia menyayangkan setelah lengsernya Soeharto, Indonesia justru berada di dalam situasi yang lebih buruk, khususnya dalam hal penanganan KKN.

“Sejak awal kita ini menjadi semakin jelek bukan semakin baik, kecuali di dalam kebebasan berpendapat, berorganisasi, tapi korupsinya makin merata sekarang ini,” tegasnya.

Mahfud menambahkan, terlepas dari kesalahan yang pernah diperbuat, sudah semestinya para pemimpin negeri terdahulu mendapatkan apresiasi.

Termasuk juga Soeharto yang berhasil membangun perekonomian Indonesia. Bahkan, sang jenderal juga disebut pernah hampir membawa Indonesia menjadi negara maju.

“Pak Harto itu sudah berhasil membangun ekonomi. Bahwa dia salah, ya salah. Presiden sebelumnya juga salah, presiden sebelumnya lagi salah,” tambahnya. ***

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi