Senin, 06/05/2024 - 05:06 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Indonesia Diminta Tegas Lawan Diskriminasi Perdagangan Global

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal, menyatakan bahwa perjuangan Indonesia untuk melawan diskriminasi perdagangan internasional sudah berada di jalur yang tepat. Bahkan, pemerintah diminta untuk terus konsisten dalam menyuarakan kepentingan Indonesia di kancah global. 

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

Indonesia kini menghadapi diskriminasi perdagangan dari banyak negara terkait kebijakan ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan nikel. Produk CPO ditolak karena minyak kelapa sawit dianggap tidak ramah lingkungan. World Trade Organization (WTO) pun menilai industri hilirisasi nikel Indonesia belum optimal, sehingga belum waktunya untuk menutup ekspor barang mentah. 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

“CPO memang tekanannya besar. Kita harus konsisten memperjuangkan CPO, terutama pada sisi penetrasi ekspor. CPO dianggap sebagai sesuatu yang tidak ramah lingkungan. Sebagian bisa jadi benar, tapi ada juga motif tersembunyi dari negara yang menolak CPO. Begitu pula dengan nikel, yang justru penolakan datang dari negara yang tidak mengimpor nikel mentah kita, yaitu Uni Eropa,” kata Faisal kepada Media Center Indonesia Maju, dikutip Sabtu (6/1/2024).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Saya rasa langkah pemerintah sudah bagus. Cuma memang ada yang perlu diperkuat, utamanya terkait trade diplomacy, untuk melawan segala tuduhan yang tidak benar. Kalau ada tuduhan yang benar, ya kita perbaiki. Supaya dalam berargumen di arbitrase kita bisa mempertahankan kepentingan kita dari negara yang merasa kebijakan Indonesia bertentangan dengan WTO,” tambahnya.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh
Berita Lainnya:
Ini Alibi Penghuni Rumah Saat Brigadir RAT Diduga Bunuh Diri di dalam Mobil

Peraih gelar doktor ekonomi dari Universitas Queensland itu meyakini, ada kepentingan memperjuangkan produk substitusi CPO dari negara-negara yang menentang kebijakan ekspor Indonesia. 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

“Motif tersembunyi dari argumen sawit yang tidak ramah lingkungan misalnya menjaga produk substitusi, seperti Eropa mereka punya minyak bunga matahari, minyak kacang kedelai,” ungkap Faisal.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Lebih dari itu, ada juga upaya negara-negara maju untuk mencegah Indonesia naik kelas, dengan menolak kebijakan ekspor manufaktur yang bisa memberikan nilai tambah lebih dibanding sekadar ekspor komoditas. 

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Faisal kemudian mencontohkan persaingan dagang antara Amerika Serikat dengan China beberapa tahun lalu. China mulai dilihat sebagai ancaman karena penetrasi industri teknologinya semakin masif. Amerika Serikat pun membebankan pajak kepada barang-barang China yang dianggap bisa mengganggu pasarnya. 

“China ingin naik kelas dengan tidak lagi ekspor barang bernilai tambah rendah. Tapi, pada produk teknologi 5G, Amerika mencoba untuk menjaga dominasinya dengan menerapkan tarif. Jadi itu hal yang umum terjadi, ketika negara memanfaatkan platform internasional untuk mencegah negara lain naik kelas. Dan ironinya, itu justru dicontohkan oleh negara yang menyuarakan perdagangan bebas,” beber dia.

Spesifik untuk larangan ekspor bijih nikel, Faisal melihat Indonesia sedikit mengalami kerugian ketika hendak memulai kebijakan hilirisasi. Namun, kini hilirisasi telah menjadi salah satu faktor penting yang membuat neraca perdagangan Indonesia terus surplus. 

Berita Lainnya:
Jokowi Naikkan Tukin Pegawai Kemenkop UKM, Tertinggi Rp 33 Juta

“Memang di awal 2020 ekspor sempat menurun karena larangan ekspor bijih nikel. Tidak lama, logam dasar kita naik. Artinya, kerugiannya hanya jangka pendek, karena hasil dari hilirisasi sudah mulai terasa tanpa menunggu beberapa tahun lagi,” ungkap alumni Institut Teknologi Bandung (ITB) itu. 

Ungkapan Faisal senada dengan pernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia, yang menyoroti soal politik dagang negara-negara maju di balik gugatan produk Indonesia di WTO.

“Tentang WTO, diskriminasi, dan deforestasi, ini politik dagang. Tidak ada negara di dunia ini yang ingin lapaknya diambil negara lain. Ujung-ujungnya kita lihat ini main narasi saja, tapi substansi sama. Kenapa dibawa ke WTO, karena industri mereka yang sudah dibangun tidak dapat lagi suplai bahan baku. Andaikan mereka dapat suplai, sudah dengan harga mahal,” ungkap Bahlil pada September 2023. 

“Ketika produksi, jadi akan kalah kompetitif harga dengan produksi yang kita bangun di Indonesia. Kemudian dia pakai lembaga dunia yang mengkaji kembali terhadap izin larangan ekspor komoditas ini. Menurut saya nggak bisa kita tolerir,” tambah dia.

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi