Rabu, 01/05/2024 - 00:55 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Mantan Penyidik Desak Pimpinan KPK Serius Tolak Wacana Penggabungan dengan Ombudsman

ADVERTISEMENTS

JAKARTA — Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap menolak tegas wacana peleburan KPK dengan Ombudsman. Yudi mendesak pimpinan KPK punya sikap yang sama dengannya untuk menentang wacana tersebut. 

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Yudi mendorong pimpinan KPK tak bersikap abu-abu dalam wacana ini. Yudi meminta pimpinan KPK menyatukan kekuatan dengan elemen masyarakat untuk menentang wacana itu. 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

“Bagi saya pimpinan jangan abu-abu harus tegas terkait isu peleburan menolak atau menerima sehingga pimpinan mengatakan menolak tentu dukungan masyarakat akan kuat. Tapi kalau menerima, masyarakat ngapain memperjuangkan orang yang pasrah dengan keadaan,” kata Yudi dalam keterangannya dikutip pada Sabtu (6/4/2024).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Yudi menyampaikan harus ada sikap yang jelas dari pimpinan KPK atas isu peleburan dengan Ombudsman. Pimpinan dan pegawai KPK, lanjut Yudi, juga diminta tak diam saja.

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

“Sikap KPK harus jelas, pimpinan KPK harus jelas setuju atau nggak setuju. Jangan sampai nanti publik mendukung tapi di KPK pimpinan bahkan pegawai ya sudah kami pasrah aja,” ujar Yudi. 

Berita Lainnya:
Ini Respons Ketua Ombudsman Soal Wacana Peleburan dengan KPK

Oleh karena itu, Yudi berharap pimpinan KPK memberi sinyal kepada masyarakat agar menolak wacana peleburan tersebut. “Kita masyarakat sipil menolak tegas tapi kalau ternyata KPK sendiri mengamini ini tentu saja akan bertolak belakang,” ucap Yudi.

Yudi juga menilai wajib ada kajian komprehensif mengenai peleburan KPK dan Ombudsman menjadi satu lembaga. Jika wacana itu serius direalisasi, maka harus ada perubahan UU KPK dan Ombudsman. 

“Salah satu syarat melebur yaitu mengubah UU-nya. Sebelum sampai situ saya berharap mengkaji ini lebih mendalam. Revisi UU KPK sudah cukup untuk melemahkan KPK. Jangan sampai nanti entah itu pembubaran atau peleburan KPK itu bisa membuat semangat antikorupsi bisa menurun dan yang paling seneng dengan adanya seperti ini ya koruptor,” ucap Yudi.

Sebelumnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendapatkan informasi adanya pembahasan di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk menjadikan KPK sebagai lembaga pencegahan lewat penggabungan antara KPK dengan Ombudsman. Dengan perubahan tersebut, artinya KPK tidak lagi mengusut tindak pidana korupsi dan hanya mencegah perbuatan rasuah.

Berita Lainnya:
Wajah Berbeda Massa Aksi di Patung Kuda: Kelompok Pertama Shalat Berjamaah, Lainnya Joget

Di sisi lain, para mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ Institute mengkritik pedas wacana peleburan KPK dengan Ombudsman. Wacana tersebut dinilai sebagai upaya menghancurkan KPK. 

“Wacana peleburan tersebut menunjukan bahwa adanya grand design yang telah dibuat sejak revisi UU KPK untuk menghancurkan KPK benar adanya,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangannya pada Kamis (4/4/2024).

Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango menepis wacana peleburan lembaga antirasuah dengan Ombudsman. Nawawi menganggap isu tersebut dusta karena tak pernah dibicarakan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Selama berkomunikasi dengan Presiden Jokowi, Nawawi tak mendengar wacana peleburan KPK. 

“Pepesan kosong, enggak ada tuh. Saya pastikan bohong, saya belum pernah ketemu Presiden untuk urusan seperti itu,” kata Nawawi dalam keterangan pers pada Jumat (5/4/2024).

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi