Dunia imperialis kulit putih takut pada Konferensi Bandung ini dan mengutuknya sebagai komunis, karena konferensi itu mengecam rasialisme di Afrika Selatan dan kolonialisme di Maroko, Aljazair, dan Tunisia. Konferensi ini juga mendukung hak-hak rakyat Palestina dan klaim Indonesia atas Irian Barat.
Batas-batas Solidaritas
Koloni pemukim Yahudi Israel, seperti Afrika Selatan, tidak diundang untuk hadir meskipun ada upaya dari Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru dan Perdana Menteri Burma U Nu untuk mengundangnya. Namun ditentang keras oleh Indonesia.
Indonesia juga menolak dukungan India untuk mengundang koloni Australia dan Selandia Baru. Meskipun tak satupun dari kedua koloni pemukim Oseania tersebut tertarik untuk hadir. “Ini adalah konferensi internasional pertama bagi bangsa-bangsa kulit berwarna dalam sejarah umat manusia,” kata Presiden Sukarno mengumumkan kepada para delegasi dan seluruh dunia.
Ia melihat, Konferensi Asia-Afrika ini sebagai tradisi dari Liga Melawan Imperialisme yang telah bertemu di Brussel tiga dekade sebelumnya. Sukarno mengakui pertemuan itu sebagai pendahulu yang membuat Konferensi Bandung menjadi mungkin.
Sukarno berbicara tentang kolonialisme dalam “pakaian modern dalam bentuk kontrol ekonomi, kontrol intelektual, kontrol fisik yang nyata oleh komunitas kecil tapi asing di dalam suatu bangsa”.
Meskipun Uni Soviet, yang secara substansial berada di Asia, tidak diundang, mereka mengirim pesan dan salam untuk mendukung konferensi tersebut. Zhou Enlai dari Cina menawarkan kerja sama, pengakuan, dan toleransi. Delegasi Cina termasuk seorang pemimpin Cina yang beragama Islam.
Pada saat yang sama, CIA mengirim mantan kolaborator Muslim Soviet dengan Nazi (yang usia Perang Dunia II direkrut CIA) ke Konferensi Bandung untuk melakukan propaganda menentang dugaan perlakuan buruk Uni Soviet terhadap Muslim Soviet untuk meruntuhkan posisi Soviet di antara negara-negara non-blok.
Seorang pejabat pemerintahan Eisenhower mengidentifikasi operasi CIA di Bandung sebagai langkah “Machiavellian”. Tidak seperti solidaritas besar-besaran yang ditunjukkan beberapa negara Asia yang merdeka di PBB pada 1947 pada Palestina. Pada 1955, propaganda Barat dan Israel yang menyatakan negara Yahudi adalah reparasi adil dari Eropa untuk Holocaust berhasil menyusup ke sejumlah negara Asia dan Afrika yang merdeka.
Keberhasilan propaganda ini adalah negara-negara tersebut kini mendukung persamaan hak antara penduduk asli Palestina dan penjajah Yahudi mereka menyamakan antara penjajah dan yang dijajah. Tidak ada negara jajahan pemukim kulit putih di Afrika yang bisa lolos dari kecaman seperti yang dilakukan Israel pada tahun-tahun itu.
Komunike akhir yang dikeluarkan Konferensi Bandung mencakup kecaman terhadap kolonialisme pemukim Eropa dan penolakan terhadap penentuan nasib sendiri serta dukungan terhadap hak-hak rakyat Aljazair, Maroko, dan Tunisia untuk merdeka dan menentukan nasib sendiri.
Sedangkan untuk rakyat Palestina, komunike tersebut menyatakan “dukungannya terhadap rakyat Arab Palestina dan menyerukan implementasi Resolusi PBB tentang Palestina dan pencapaian penyelesaian damai atas masalah Palestina”.
Ini bukanlah seruan yang radikal, namun lebih sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh para delegasi. Sebagai contoh, konferensi ini juga menyampaikan simpati dan dukungannya yang hangat terhadap sikap berani yang diambil oleh para korban diskriminasi rasial, terutama oleh orang-orang Afrika, India, dan Pakistan di Afrika Selatan.
Memang, tidak ada penyebutan mengenai koloni-koloni pemukim lainnya di Afrika, baik Portugis (Angola dan Mozambik), maupun Inggris (Kenya, Rhodesia, Sierra Leone, Afrika Timur), bahkan tidak ada penyebutan mengenai apa yang terjadi di Liberia, salah satu peserta konferensi.
Namun, Bandung merupakan momen penting dalam membangun aliansi di antara negara-negara Asia dan Afrika yang menentang kebijakan imperialisme, yang terus diupayakan oleh Amerika Serikat dan Eropa Barat.
Sementara ancaman, tekanan, dan intrik imperialis merusak aliansi tersebut selama beberapa dekade berikutnya, jatuhnya Soviet dan Blok Timur memberikan anugerah bagi anti-imperialisme.