Rabu, 01/05/2024 - 14:13 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Pakar: Pengajuan Amicus Curiae di Pengujung Sidang MK Bentuk Intervensi

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA — Pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid menyatakan amicus curiae atau sahabat pengadilan di pengujung sidang Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai bentuk intervensi peradilan.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

“Terkait dengan fenomena beberapa pihak mencoba untuk mengajukan diri sebagai amicus curiae di pengujung sidang, saat majelis hakim MK telah melakukan rapat permusyawaratan hakim (RPH) adalah bentuk lain dari sikap intervensi pada lembaga peradilan MK, yang dibingkai dalam format hukum amicus curiae,” kata Fahri Bachmid.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Secara terminologi hukum dan praktik lembaga peradilan umum, kata dia, friends of the court atau sahabat pengadilan, dari aspek fungsi sejatinya adalah amicus curiae, sebagai pihak atau elemen yang merasa berkepentingan pada suatu perkara yang sedang diperiksa dan memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Jazilul Yakin Tim AMIN Menang di MK, Ini Alasannya
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Keterlibatan pihak atau elemen yang berkepentingan dalam sebuah perkara tersebut, menurut dia, hanya sebatas memberikan opini. Praktik penggunaan pranata amicus curiae secara generik, lanjut dia, biasanya pada negara-negara yang menggunakan sistem common law. Sementara itu, tidak terlalu umum pada negara-negara dengan civil law system, termasuk Indonesia.

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

“Akan tetapi, pada hakikatnya praktik seperti itu tidak dilarang jika digunakan dalam sistem hukum nasional kita,” ujarnya.

Menurut dia, secara yuridis, konsep amicus curiae di Indonesia adalah ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

“Secara praksis hukum, sesungguhnya praktik amicus curiae lebih condong dipraktikkan pada badan peradilan di bawah Mahkamah Agung,” ujarnya.

Berita Lainnya:
Akbar Faizal Protes Keras Nadiem yang Cabut Aturan Pramuka Sebagai Ekskul Wajib di Sekolah

Menurut dia, pelembagaan amicus curiae secara samar-samar sesungguhnya dapat dilihat serta dipraktikkan dalam persidangan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK).

Berdasarkan ketentuan hukum acara MK, pihak ketiga yang berkepentingan bisa mendaftarkan diri dan memberikan pendapat dalam pengujian undang-undang judicial review.

Berdasarkan UU Nomor 24 Tahun 2003 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 2020 tentang MK, serta Peraturan MK Nomor 4 Tahun 2023 tentang Tata Beracara dalam Penyelesaian Sengketa Pemilihan Presiden, sama sekali tidak dikenal adanya pranata hukum amicus curiae.

“Pada dasarnya hakim MK dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara-perkara konstitusi, termasuk memutus sengketa PHPU pilpres, sandarannya adalah konstitusi serta fakta-fakta hukum yang secara terang benderang telah terungkap di dalam persidangan yang digelar secara terbuka untuk umum,” katanya menegaskan.

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi