Rabu, 01/05/2024 - 16:35 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Bahaya BPA pada Kemasan Plastik, Ganggu Hormon Kesuburan Hingga Sistem Saraf Otak

ADVERTISEMENTS

Penelitian tunjukan BPA berbahaya bagi kesehatan dalam jangka panjang.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

 JAKARTA — Akademisi dari Pusat Kajian Risiko dan Keselamatan Lingkungan Universitas Indonesia Budiawan menceritakan sejarah BPA pertama kali disintesis oleh ahli kimia Uni Soviet pada 1891. Senyawa itu digunakan sebagai estrogen sintetis untuk industri farmasi.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah


Pada plastik, BPA adalah bahan pelengkap supaya kemasan plastik berwarna cerah, tidak mudah pecah, dan aman untuk air. Namun, 30 tahun berselang usai senyawa itu ditemukan dan masif dipakai untuk kemasan pangan, berbagai kajian tentang dampak senyawa itu terhadap kesehatan manusia mulai bermunculan. Penelitian jangka panjang menyebutkan senyawa Bisfenol A dapat mengganggu hormon kesuburan dan sistem saraf otak.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh


“Karena underline bahan kimia ini, maka kita harus berhati-hati,” kata Budiawan dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (18/10/2022) malam.

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Dokter: Peran Keluarga Penting untuk Dukung Individu dengan Autisme dan Kebutuhan Khusus


Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Bahan Baku, Kategori, Informasi dan Harmonisasi Pangan Olahan BPOM Yeni Restiani mengatakan, pihaknya sedang merancang revisi peraturan tentang label pangan olahan untuk menurunkan standar kandungan BPA rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dan memberikan informasi yang benar dan jujur.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Pada 2021 sampai 2022, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan survei lapangan mengenai kandungan BPA dalam air minum dalam kemasan dengan hasil sebanyak 3,4 persen sampel di sarana peredaran tidak memenuhi syarat batas maksimal migrasi BPA, yaitu 0,6 bagian per juta (bpj). BPOM menemukan fakta ada 46,97 persen sampel di sarana peredaran dan 30,91 persen sampel di sarana produksi sudah masuk kategori mengkhawatirkan berada pada kisaran 0,05 bpj sampai 0,6 bpj.


Dalam survei lapangan itu juga ditemukan ada 5 persen sampel galon baru di sarana produksi dan 8,67 persen di sarana peredaran yang sudah masuk kategori berisiko terhadap kesehatan dengan kandungan BPA di atas 0,01 bpj.

Berita Lainnya:
Dokter Imbau Calon Jamaah Haji tak Takut Lakukan Vaksin Meningitis


Bahaya kandungan BPA pada kemasan pangan bukan lagi isu nasional, tetapi sudah menjadi isu global. Pada 2010 lalu, Otoritas Keamanan Pangan Eropa (EFSA) menyatakan bahwa nilai tolerir BPA adalah 50 mikrogram per kilogram berat badan. 


Namun, lima tahun berselang tepatnya pada 2015, Otoritas Keamanan Pangan Eropa menurunkan nilai tolerir BPA menjadi 4 mikrogram pe kilogram berat badan. Setelah itu, mereka kembali menurunkan nilai tolerir hingga 100 ribu kali lebih rendah dibandingkan nilai tolerir BPA pada tahun 2015 lalu.


“Kenapa ini diturunkan? karena ada risiko dampak terhadap kesehatan. Beranjak dari situ, kami melihat beberapa negara sudah mengatur atau bahkan melarang penggunaan BPA, seperti Brazil, Prancis, Kolombia (negara bagian Amerika Serikat) sudah melarang penggunaan BPA pada kemasan pangan,” kata Yeni.

sumber : Antara

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi