Kamis, 02/05/2024 - 12:32 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Pakar Bandingkan UU Pengumpulan Uang atau Barang dan UU Pengelolaan Zakat

ADVERTISEMENTS

Pakar mendorong revisi UU Pengumpulan Uang atau Barang untuk cegah penyelewengan.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

JAKARTA — Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti membandingkan keberadaan Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang atau Barang dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat. UU PUB dapat dikatakan cukup jauh tertinggal dibandingkan UU Pengelolaan Zakat.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

“Makanya cara berpikir pengelolaan zakat lebih modern, rapi, dan lebih akuntabel,” ujar pada webinar bertajuk “Polemik Pengelolaan Dana Filantropi” yang dipantau di kanal YouTube di Jakarta, Sabtu (8/7/2022).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Menurutnya, pemberian izin dan pendaftaran kepada suatu pihak untuk mengelola dana kepentingan masyarakat banyak, seperti filantropi tidak cukup hanya sebatas pemberian izin. Jauh dari itu, pengawasan dan akuntabilitas harus tetap diawasi agar tidak terjadi penyelewengan dana.

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Momentum Penetapan Tersangka Bupati Sidoarjo Dipertanyakan

“Undang-Undang tentang Pengumpulan Uang atau Barang yang diterbitkan pada 1960 belum mengangkat aspek akuntabilitas,” ujarnya.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Karena itu, ia berpandangan pencabutan izin sebuah filantropi sebagaimana yang dialami ACT karena diduga melakukan penyelewengan dana tidak akan menyelesaikan persoalan. “Jadi teman-teman yang berkegiatan di sektor itu merasa sedih. Gara-gara nira setitik rusak susu sebelanga,” ujarnya.

Ia menyarankan pemerintah agar tidak hanya sekadar mencabut izin sebuah filantropi. Namun, penyelesaian masalah harus dilakukan secara struktural dan segera melakukan revisi undang-undang.

Karena itu, ia mendorong pemerintah dan DPR RI segera merevisi Undang-Undang (UU) tentang Pengumpulan Uang atau Barang guna mencegah penyelewengan. “Beberapa kawan dan saya sendiri telah mendorong adanya perubahan Undang-Undang tentang Pengumpulan Uang atau Barang ini,” kata Bivitri.

Berita Lainnya:
Masih Berlangsung, KPK Geledah Ruang Kerja Sekjen DPR Indra Iskandar

Bivitri yang merupakan salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) bersama sejumlah pihak mengaku sudah pernah mendorong revisi undang-undang tersebut. Apalagi, Undang-Undang tentang Pengumpulan Uang atau Barang sudah cukup lama sehingga perlu penyesuaian dengan kondisi saat ini.

Akan tetapi, katanya, dorongan revisi undang-undang tersebut selalu terkendala di DPR RI dengan alasan politik yang tidak jelas. “Mudah-mudahan ini menjadi momentum bagus untuk merevisi undang-undang tersebut,” kata Bivitri.

Tidak hanya revisi undang-undang, Bivitri menilai aturan turunan dari undang-undang itu, yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 harus diperbarui. Dorongan tersebut sejalan dengan kasus yang terjadi pada Aksi Cepat Tanggap (ACT), salah satu filantropi yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.

 

Sumber: Antara/Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi