Jumat, 26/04/2024 - 18:17 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Psikiater: Masyarakat Perlu Terlibat dalam Penanganan ODGJ

ADVERTISEMENTS

Banyak masyarakat yang mengalami gangguan jiwa dan tidak menjalani pengobatan rutin.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

 JAKARTA — Seluruh anggota masyarakat perlu terlibat aktif dalam penanganan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), mulai dari depresi hingga skizofrenia, dengan memberikan dukungan sosial. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) 2018, banyak masyarakat Indonesia yang mengalami gangguan jiwa dan tidak menjalani pengobatan rutin.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


“Kalau kita hanya mengandalkan tenaga medis untuk menangani itu, maka tidak akan bisa maksimal,” kata Dokter spesialis kejiwaan (psikiater) dr Ida Rochmawati, M.Sc., Sp.KJ(K) dalam diskusi via virtual yang diikuti di Jakarta pada Rabu (19/10/2022).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Pada kasus skizofrenia misalnya, hanya 84,9 persen pasien yang menjalani pengobatan dan 51,1 persen di antaranya tidak minum obat secara rutin. Sedangkan pada kasus depresi, hanya 9 persen pasien yang menjalani pengobatan medis.

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Pakar Gizi Sarankan Masyarakat Seimbangkan Konsumsi Opor Dengan Serat


Menurut Ida, penanganan gangguan jiwa menjadi tidak maksimal sebab pasien biasanya tidak menyadari bahwa dia mengalami masalah. Selain itu, banyak stigma negatif mengenai gangguan jiwa yang beredar di tengah masyarakat, seperti anggapan bahwa ODGJ adalah orang yang hanya mencari perhatian dan kurang iman.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


“Padahal gangguan jiwa itu ada faktor medis. Jadi kalau mereka mengalami gangguan jiwa, tidak bisa menghakimi mereka,” ujarIda yang kini berpraktik di RSUD Wonosari Gunung Kidul Yogyakarta itu.


Ia melanjutkan bahwa akibat stigma tersebut, pasien pun akhirnya lebih memilih untuk meminta bantuan ke layanan non medis daripada medis. Untuk itu, menurut dia, seluruh anggota masyarakat termasuk keluarga perlu meningkatkan pemahaman bahwa gangguan jiwa merupakan masalah medis sehingga pasien perlu berobat ke dokter. 

Berita Lainnya:
Hampers Buat Anak Jadi Kontroversi, Tolak Saja atau Ajarkan Anak tak Kalap Makan Snack?


Selain itu, perlu juga untuk memberikan dukungan sosial dengan tidak menghakimi pasien. “Diharapkan keluarga ikut terlibat (memberikan dukungan sosial), tidak menghakimi, tidak menyalahkan, tidak menjelek-jelekkan, karena apa yang dirasakan oleh orang-orang dengan gangguan jiwa itu adalah nyata,” ujar Ida.


“Intinya, kita perlu meningkatkan kesadaran dari para pasien dan meningkatkan pemahaman dari keluarga. Jadi kita harap dengan keterlibatan masyarakat, maka kita semua dapat meningkatkan derajat hidup orang-orang dengan gangguan jiwa,” katanya.

sumber : Antara

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi