Rabu, 01/05/2024 - 06:59 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Kejaksaan Agung Diminta Lebih Serius Hadirkan Bukti Kasus Paniai

ADVERTISEMENTS

Saksi ahli melihat dari BAP asal peluru, maka Koramil bisa dimintai tanggung jawab.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil Pemantau Pengadilan Paniai 2014 meragukan kredibilitas persidangan terdakwa kasus pelanggaran HAM berat Paniai yang digelar di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (20/10/2022). Agar persidangan jauh dari keraguan, Koalisi Masyarakat Sipil meminta Kejaksaan Agung lebih serius menghadirkan bukti pelanggaran HAM berat Paniai.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Koalisi menyebutkan beberapa alasan yang dianggap meragukan. Pertama, persidangan ini memperlihatkan bahwa uji balistik atau uji proyektil senjata dalam kasus Paniai tidak menemukan hasil yang identik. Kedua, bukti lain berupa saksi yang dihadirkan menyebut terdakwa tak memiliki kewenangan melekat saat peristiwa terjadi.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Koalisi meminta Kejaksaan Agung untuk lebih serius menyidik dan menuntut perkara Paniai. Anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid menuturkan, Kejaksaan Agung tidak boleh terpaku pada satu terdakwa saja, apalagi tanggung jawab pidananya atas kejadian pembunuhan tidak sah terhadap para remaja di Paniai masih jauh dari meyakinkan.

ADVERTISEMENTS


“Bahkan belum jelas siapa sesungguhnya para pelaku lapangan saat itu,” kata Usman Hamid, dalam keterangan persnya, Jumat (21/10/2022).

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Pelaksanaan Sholat Idul Fitri Buktikan Toleransi Semakin Menguat di Papua

Menurut dia, semua orang yang bertanggungjawab secara pidana harus dibawa ke pengadilan, tanpa kecuali. Bukan hanya komando efektif di lapangan, tapi juga pembuat kebijakan yang menetapkan Operasi Aman Matoa V. Kebijakan inilah yang menyebabkan pengerahan aparat beserta kelengkapan senjata api, yang ketika itu diarahkan untuk menghadapi penduduk sipil.

“Persidangan membuktikan bahwa tanggung jawab komando dalam kasus Paniai memang dapat diterapkan kepada terdakwa tunggal. Tapi itu tetap tidak memenuhi rasa keadilan bagi korban dan para keluarganya,” ujarnya.

Sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM berat Paniai pada Kamis (20/10/2022) kemarin kembali digelar. Sidang lanjutan itu menghadirkan tiga ahli dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain Iman Prihandono, JPU juga menghadirkan ahli balistik Maruli Simanjuntak, dan ahli forensik Robintan Sulaiman.

Dalam proses persidangan, ahli hukum Universitas Airlangga, Iman Prihandono menyatakan tanggung jawab komando bisa diterapkan di kasus Paniai meski tanpa garis komando langsung, baik sepengetahuan ataupun tidak. Perwira tinggi tanpa garis komando langsung juga bisa dimintai tanggung jawab.

Saat ditanya sejauh mana negara dapat melakukan serangan terhadap warga, Iman menerangkan itu bergantung kebijakan negara. “Kalau kebijakan represif, aparat bawah akan represif juga,” kata Iman.

Berita Lainnya:
APS Harap Masyarakat Adat Serap Teknologi Pengelolaan Sagu

Lebih lanjut, Iman menerangkan jika dilihat dari BAP asal peluru, maka Koramil bisa dimintai tanggungjawab komando. “Yang paling dekat tentu komandan yang paling punya kewenangan mencegah personel untuk melakukan tembakan. Sampai atasannya, satu level di atas komandan di lapangan,” tegas Iman.

Ia membenarkan Dandim di wilayah setempat bisa dimintai pertanggungjawaban. Jika Danramil tidak sedang bertugas maka tanggung jawab komando bisa dilimpahkan ke Pabung (perwira penghubung) dan Dandim.

Sementara ketidakhadiran Danramil perlu diselidiki apakah disebabkan tugas lain, yang artinya ia masih berada dalam tugas kemiliteran, atau karena ia sedang mengambil cuti, yang artinya ia sedang dibebastugaskan. Terkait unsur sistematis dalam pelanggaran HAM ini, ahli membenarkan jika untuk konteks Papua, aparat penegak hukum tidak bisa melihat di satu lokasi, yakni Paniai, namun dari kejadian di Papua secara menyeluruh.


Terlebih, Papua dianggap sebagai daerah rawan. Selama ini yang dilakukan aparat keamanan dalam merespons aksi massa memiliki pola yang jelas. Ahli menegaskan pertanggungjawaban ini berlaku hingga komandan dengan pangkat lebih tinggi. “Yang bertanggungjawab atas semua pasukan itu harusnya Pangdam,” tegas Iman.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi