Sabtu, 25/05/2024 - 12:44 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Mengapa Harun Al-Rasyid Lebih Memilih Manuskrip dari Ganti Rugi Perang? 

Kepemimpinan Harun Al-Rasyid jadi puncak kejayaan Dinasti Abbasiyah

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

JAKARTA- Sultan Harun al-Rasyid (766-809) masih berumur muda saat menjadi penguasa Dinasti Abbasiyah yaitu 20 tahun. 

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan


Namun, karismanya sudah terbangun bahkan sebelum dirinya naik takhta. Sebagai putra Khalifah Muhammad al- Mahdi (745-785), ia tampil memukau dalam memimpin pasukan Muslimin untuk menggempur basis pertahanan Romawi Timur (Bizantium).


Ia meraih kemenangan demi kemenangan sehingga musuh menyingkir jauh dari wilayah kekhalifahan.


Bahkan, Harun al-Rasyid dapat menguasai Ankara. Sedikit lagi mencapai jantung Bizantium, Konstan tinopel.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh


Meskipun urung menaklukkan ibu kota lawan, ia tetap mendapatkan pengakuan sebagai pemenang. Ratu Irene Sarantapechaina (752-803) bersedia mengirimkan upeti berupa puluhan ribu keping emas per tahun kepada Baghdad.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action


Bagaimanapun, Harun melihat ada lagi harta yang terpendam selain kemilau logam mulia.

Berita Lainnya:
Kisah tentang Keistimewaan Luar Biasa Infak, Salah Satunya Pahala 700 Kali Lipat


Seperti diceritakan Roger Garaudy dalam Promes ses de l’Islam, sang pemimpin Muslim itu tak menuntut ganti kerugian perang kepada Bizantium. Ia hanya mendesak musuh untuk menyerahkan manuskrip-manuskrip kuno kepadanya.

ADVERTISEMENTS


Ratu Irene pun mematuhi persyaratan itu. Memang, berbeda kondisinya dengan negeri-negeri Islam kala itu. Barat masih terpuruk dalam stagnansi. 

ADVERTISEMENTS


Geliat intelektualnya kalah jauh dengan wilayah-wilayah Muslim, semisal Baghdad, Basrah, Damaskus, ataupun Andalusia. Peradaban Islam pada masa itu sangat condong pada literasi.


Menurut Roger Garaudy, para sultan menyokong perkembangan ilmu pengetahuan dengan sepenuh hati. 


Umat Islam terbuka terhadap warisan yang kaya dari kebudayaan-kebudayaan dunia yang berusia lebih tua semisal Yunani, Persia, atau China. 


Muslim menghidupkannya dan memperbaruinya dengan worldview yang sejalan Alquran dan sunnah. 

Berita Lainnya:
Isyarat Nabi Muhammad tentang Kepuasan Manusia yang Tiada Batas


Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat 


Sesungguhnya, 100 tahun pertama Dinasti Abbasiyah dipimpin para sultan yang mewujudkan kemajuan negeri. Khususnya, sejak zaman Khalifah al-Mahdi hingga Khalifah al-Muta wakkil (847-861). 


Bagaimanapun, era pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid merupakan tonggak penting dalam membuka progres itu lebih lanjut lagi. 


Puncak kejayaan Islam pada abad pertengahan dapat dikatakan bermula sejak masa kekuasaan dirinya serta kemudian anaknya, Abu al-‘Abbas Abdullah alias al-Ma’mun (786-833). Itu terjadi di belahan dunia timur. 


Pada saat yang bersamaan, di belahan dunia Barat, tepatnya Andalusia, peradaban Islam pun bersemi, terutama sejak kepemimpinan amir Kordoba, Abdurrahman II (792-852).    

sumber : Harian Republika

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi