BANDA ACEH – Wakil Ketua Corruption Investigation Committee (CIC) Provinsi Aceh, Sulaiman Datu, Kamis (8/12/2022) kepada HARIANACEH.co.id berbincang-bincang secara umum soal penanganan kasus korupsi yang saat ini kerap saja masih terjadi di Indonesia.
Lembaga Swadaya Masyarakat yang bermitra dengan KPK, Polri dan Kejaksaan Agung ini berkantor pusat di Jakarta baru saja mengukuhkan kepengurusan Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Provinsi Aceh pada bulan Oktober 2022 yang diketuai Azi Nawawi dan Wakil Ketua CIC diduduki oleh Sulaiman Datu.
Dalam perbincangannya, Sulaiman Datu memulai perbincangan terkait isu implementasi soal Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang tertuang dalam UUPA di Pronvisi Aceh. Salah satu yang mendorong perbankan di Aceh khususnya bank Aceh untuk menjadi pioner pilot project perbankan Syariah.
“Qanun No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah menjadi salah satu daya ungkit yang merupakan sebuah kekuatan sistem keuangan syariah yang mesti diterapkan oleh seluruh perbankan yang ada di Provinsi Aceh,” ucap Sulaiman Datu.
Selanjutnya, Sulaiman Datu juga menambahkan, selain menjadi pioner pilot project sistem keuangan perbankan Syariah, Bank Aceh juga harus segera menata sistem-sistem lainnya terutama sistem rekruitment kepegawaian yang jauh dari perilaku koruptif.
“Dengan adanya Qanun LKS itu, tentu Bank Aceh Syariah (BAS) sangat diuntungkan karena sudah menerapkan sistem keuangan syariah di Bumi Serambi Mekkah yang menjadi keinginan bersama masyarakat Aceh, namun agar sistem keuangan syariah yang berbasis pada sistem Islam itu berjalan dengan benar dan sesuai jalur, tentu pelaku perbankan yang ada di dalamnya juga harus dijalankan secara Islami dan jauh dari perilaku curang dan koruptif,” timpal Wakil Ketua DPW CIC Provinsi Aceh itu.
Proses Rekruitmen Dirut Tidak Transparan
Jadi, sambung Sulaiman Datu lagi mengkritisi soal proses pemilihan Direktur Utama bank berplat merah itu. Sikap Ketua KRN yang dipimpin oleh Mirza Tabrani yang merupakan salah satu anggota Komisaris di Bank Aceh itu, terlihat politis dan tidak transparan dalam mengelola pemilihan orang nomor satu di Bank itu.
“Bank Aceh Syariah itu milik publik, artinya bank itu adalah milik rakyat Aceh, saya lihat Mirza Tabrani dan Taqwallah beserta komisaris lainnya justru tidak melakukan perilaku transparan dalam pemilihan Direktur Utama Bank Aceh, hal itu bisa dilihat dari tertutupnya dan tidak diumumkannya 13 nama calon tersebut kepada publik sebelum dilakukannya seleksi oleh LPPI. Bahasa mudahnya kita sebut saja ‘Uji Publik’. Seharusnya pengumuman ke-13 nama-nama itu diumumkan di media atau surat kabar agar rakyat Aceh bisa mengetahui siapa-siapa saja kandidat nama-nama mereka saat itu. Inilah yang saya katakan tidak terbukanya Ketua KRN dan anggotanya dalam proses rekruitment Direktur Utama Bank Aceh,” sambung Sulaiman Datu.
Ujuk-ujuk, kata Sulaiman Datu, dari ketigabelas nama itu akhirnya sudah tersaring dan tersisakan 6 nama yang menurut info yang berkembang di opini masyarakat, di antaranya adalah Nanang Hendriana, Asep Saripuddin dari pihak eksternal dan dari internal Bank Aceh Syariah ada Amal Hasan, Budi Kafrawi, Iskandar serta Muhammadsyah.
“Aneh memang, rakyat Aceh tidak tahu siapa-siapa saja ke-13 nama-nama kandidat calon Direktur Utama bank Aceh, padahal bank itu milik publik. Ujuk-ujuk, tiba-tiba sudah diseleksi oleh LPPI dan menyisakan 6 nama. Dari nama-nama ke-6 orang itupun saya tahunya dari kawan-kawan. Kemudian tanpa kita ketahui cuaca apa saat itu yang terjadi, tiba-tiba lagi muncul nama beberapa hari terakhir ini 3 nama calon direktur utama di antaranya Nanang Hendriana, Asep Saripuddin dan Muhammadsyah dan lagi-lagi saya tahunya dari mulut ke mulut, lalu pertanyaan mendasar yang mewakili masyarakat Aceh adalah siapa sebenarnya mereka-mereka itu?,” tanya Sulaiman Datu.
Inilah, kata Sulaiman Datu yang mesti dijelaskan oleh pihak KRN kepada publik saat itu. Siapa dan bagaimana profil mereka agar keingintahuan publik bisa terpenuhi.
“KRN seharusnya setelah mendapatkan 6 nama-nama itu, sesegara mungkin kembali mengumumkannya kepada Publik, paling tidak mengumumkan wajah-wajah mereka di surat kabar baik cetak maupun online. Jadi nilai transparasinya terlihat dan tidak terkesan menutup-nutupi. Inilah yang saya katakan perilaku koruptif,” kritik Sulaiman Datu.