Rabu, 01/05/2024 - 11:38 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

AFRIKAINTERNASIONAL

PBB: 30 Ribu Orang Melarikan Diri dari Kekerasan Etnis di Sudan Selatan

ADVERTISEMENTS

Konflik di Sudan Selatan telah banyak memakan korban dari warga sipil

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

 JUBA– Bentrokan etnis di wilayah Sudan Selatan telah memaksa sekitar 30 ribu warga sipil meninggalkan rumah mereka, kata badan tanggap darurat PBB pada Kamis (29/12/2022). Badan itu kemudian menuntut diakhirinya kekerasan di wilayah tersebut.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Pada 24 Desember lalu, orang-orang bersenjata dari negara bagian Jonglei, wilayah Timur yang dilanda kekerasan senjata menyerang masyarakat di sekitar Wilayah Administratif Pibor Besar, menurut Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dalam sebuah pernyataan. 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Kekerasan itu menyusul bentrokan bulan lalu di ujung Utara Sudan Selatan yang menumbangkan ribuan orang di negara bagian Upper Nile.

ADVERTISEMENTS

“Rakyat sudah cukup menderita. Warga sipil, terutama yang paling rentan wanita, anak-anak, orang tua dan orang cacat menanggung beban krisis yang berkepanjangan ini,” kata Sara Beysolow Nyanti, koordinator kemanusiaan PBB di Sudan Selatan dilansir dari Arab News, Kamis (29/12/2022).

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Korut Kirim Delegasi ke Iran di Tengah Dugaan Kerja Sama Senjata

 

Sekitar 5.000 orang mencari perlindungan di kota Pibor, kata OCHA, seraya menambahkan bahwa respons kemanusiaan sangat berat. Bentrokan di negara bagian Upper Nile juga membuat penduduk desa mencari perlindungan di rawa-rawa untuk menghindari pertumpahan darah, di tengah laporan tentang warga sipil yang diperkosa, diculik atau dibunuh.

Mitra internasional termasuk Misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Sudan Selatan (UNMISS) dan blok IGAD regional, mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa mereka sangat prihatin dengan meningkatnya kekerasan.

Mereka meminta para pemimpin Sudan Selatan untuk turun tangan dan menekankan kebutuhan untuk menyelidiki dan meminta pertanggungjawaban semua pelaku konflik, termasuk mereka yang menghasut dan menghasut kekerasan.

Salah satu negara termiskin di planet ini meskipun memiliki cadangan minyak yang besar, kepemimpinan Sudan Selatan telah menghadapi kritik keras karena mengecewakan rakyatnya dan memicu kekerasan.

Berita Lainnya:
China Sebut Hubungan Ekonominya dengan Rusia tak Terkait Perang

Kekuatan Barat termasuk Amerika Serikat dan Uni Eropa mengatakan bulan ini bahwa para pemimpin Sudan Selatan memikul tanggung jawab atas bentrokan mematikan itu.

Sejak mencapai kemerdekaan dari Sudan pada tahun 2011, negara terbaru di dunia itu telah terhuyung-huyung dari satu krisis ke krisis lainnya, termasuk perang saudara selama lima tahun yang brutal antara pasukan yang setia kepada Presiden Salva Kiir dan wakilnya Riek Machar yang menewaskan hampir 400 ribu orang.

Kesepakatan damai ditandatangani pada 2018 tetapi ledakan kekerasan sporadis antara pemerintah dan pasukan oposisi terus terjadi, sementara konflik antara kelompok etnis yang bersaing di bagian negara yang melanggar hukum menimbulkan korban yang sangat besar pada warga sipil.  

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi