Senin, 06/05/2024 - 09:57 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LINGKUNGAN

Orang Asia Paling Takut pada Badut, Ini Buktinya

ADVERTISEMENTS

 JAKARTA—Para peneliti di University of Wales, Inggris, membuat survei terkait ketakutan akan badut, atau biasa disebut coulrophobia. Survei bertajuk ‘The Fear of Clowns Questionnaire’ ini berisikan kuisioner untuk mengetahui asal usul fobia tersebut.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

Peserta diminta untuk menjawab 18 item pertanyaan, termasuk ‘jika saya menemukan badut, saya akan meninggalkan ruangan’. Hasilnya, warga di Asia merupakan yang tertinggi terkait memiliki ketakutan ini.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Survei tersebut juga mengarah pada asal mula ketakutan. Tim juga menemukan bahwa coulrophobia bisa berkurang seiring bertambahnya usia. Hal ini bisa membawa harapan bagi mereka yang masih ketakutan memikirkan badut.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Studi sebelumnya telah menentukan bahwa orang tidak dilahirkan dengan rasa takut terhadap badut, tetapi fobia berkembang seiring bertambahnya usia. Istilah coulrophobia mulai dikenal sejak kemunculan film thriller yang menampilkan badut pembunuh di Killer Clowns from Outer Space. Film itu dirilis pada 1998. Kemudian Stephen King’s It (1986), termasuk contoh lain sebagai pelopor yang mewakili ketakutan pada badut.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh
Berita Lainnya:
BMKG Prakirakan Mayoritas Kota Besar Turun Hujan Ringan Hingga Lebat

Namun, ada pula gambaran ‘badut pembunuh’ yang nyata seperti John Wayne Gacy di tahun 1970-an. Badut itu tampil sebagai si Badut Pogo di acara amal dan pesta anak-anak yang membunuh 33 anak laki-laki dan pria muda.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Namun, ada pula yang takut pada Ronald McDonald, maskot rantai makanan cepat saji, padahal maskot itu tidak dimaksudkan untuk menakut-nakuti, menurut peneliti di The Conversation. Hal ini menunjukkan mungkin ada sesuatu yang lebih mendasar tentang penampilan badut yang meresahkan orang.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Tim tersebut mensurvei 987 orang yang berusia antara 18 dan 77 tahun. Para peserta ini berada di Afrika, Eropa, Australia, Amerika Utara dan Selatan, serta Inggris.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Tanggapan peserta diperoleh dengan menggunakan skala tujuh poin mulai dari 1-Sangat Tidak Setuju hingga 7-Sangat Setuju. Semakin tinggi poinnya, artinya kian kuat pula nilai fobia itu.

Hasilnya menunjukkan peserta dari Asia melaporkan tingkat coulrophobia tertinggi, sedangkan Eropa memiliki nilai terendah, menurut penelitian yang diterbitkan dalam International Journal of Mental Health. Namun, 54 persen dari semua responden agak takut dengan badut, dikutip dari Daily Mail, Kamis (9/3/2023).

Berita Lainnya:
Elon Musk Targetkan Kirim Manusia Pertama ke Mars dalam Tujuh Tahun

Langkah selanjutnya dari peneliti ini adalah mengidentifikasi asal-usul ketakutan. Penampilan badut menjadi urutan pertama terkait alasan orang merasa takut. Disusul fitur wajah badut yang berlebihan, kemudian menyoal riasan.

Beberapa responden melaporkan bahwa riasan badut mengingatkan mereka pada ‘kematian, infeksi atau cedera darah. Penyebab selanjutnya adalah perilaku badut yang tidak terduga sering kali membuat tidak nyaman, diikuti oleh rasa takut. Lalu, ‘penggambaran negatif badut dalam budaya populer’, juga telah memicu ketakutan ini.

Alasan terakhir, yang mungkin mengejutkan, adalah ‘pengalaman menakutkan dengan badut.’

“Menariknya, kami menemukan penjelasan terakhir, memiliki pengalaman pribadi yang menakutkan dengan badut, memiliki tingkat persetujuan terendah,” tulis para peneliti dalam The Conversation.

Artinya, itu menunjukkan bahwa pengalaman hidup saja bukanlah penjelasan yang cukup terkait ketakutan pada badut. 

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi