Selasa, 30/04/2024 - 12:45 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

INTERNASIONALTIMUR TENGAH

Mantan Pemimpin Mossad: Israel Sedang Terapkan Sistem Apartheid di Palestina

ADVERTISEMENTS

YERUSALEM — Seorang mantan kepala badan intelijen Israel, Mossad pada Rabu (6/9/2023) mengatakan, Israel sedang menerapkan sistem apartheid di Tepi Barat. Tamir Pardo menjadi mantan pejabat senior terbaru yang menyimpulkan bahwa perlakuan Israel terhadap warga Palestina di Tepi Barat sama dengan apartheid, mengacu pada sistem pemisahan ras di Afrika Selatan yang berakhir pada 1994.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Kelompok hak asasi manusia terkemuka di Israel dan luar negeri serta Palestina menuduh Israel dan pendudukannya selama 56 tahun di Tepi Barat, berubah menjadi sistem apartheid. Menurut mereka sistem apartheid memberikan status kelas dua bagi Palestina dan dirancang untuk mempertahankan hegemoni Yahudi dari Sungai Yordan hingga Laut Mediterania.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Sejumlah mantan pemimpin, diplomat, dan petugas keamanan Israel telah memperingatkan, Israel berisiko menjadi negara apartheid. Namun pernyataan Pardo bahkan lebih blak-blakan.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Ada negara apartheid di sini. Di wilayah di mana dua orang diadili berdasarkan dua sistem hukum, itu adalah negara apartheid,” ujar Pardo.

ADVERTISEMENTS

Pardo menjabat sebagai kepala badan mata-mata rahasia Israel periode 2011-2016. Pardo enggan mengatakan apakah dia memiliki pandangan bahwa Israel adalah negara apartheid saat memimpin Mossad.  Namun Pardo mengatakan, dia yakin salah satu masalah yang paling mendesak di negaranya adalah masalah Palestina, selain program nuklir Iran, yang dipandang oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu sebagai ancaman nyata.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
PM Singapura Lee Hsien Loong Mengundurkan Diri pada 15 Mei 2024

Pardo mengatakan, sebagai pemimpin Mossad, dia berulang kali memperingatkan Netanyahu bahwa dia perlu memutuskan perbatasan Israel, atau mengambil risiko kehancuran negara bagi orang-orang Yahudi. Tahun lalu, Pardo telah menjadi kritikus vokal terhadap Netanyahu dan upaya pemerintahnya untuk merombak sistem peradilan. Menurut Pardo, hal ini akan membawa Israel menjadi negara diktator.

Pernyataan Pardo mengenai pendudukan militer Israel jarang terjadi di antara para pemimpin gerakan protes akar rumput yang menentang perombakan peradilan. Sebagian besar dari mereka menghindari pembicaraan mengenai pendudukan, karena khawatir akan menakuti lebih banyak pendukung nasionalis.

Pernyataan Pardo, dan perombakan tersebut, muncul ketika pemerintahan sayap kanan Israel, yang terdiri dari partai-partai ultranasionalis yang mendukung aneksasi Tepi Barat, berupaya untuk memperkuat kendali Israel di wilayah tersebut.  Beberapa menteri telah berjanji untuk melipatgandakan jumlah pemukim yang saat ini tinggal di Tepi Barat, yang berjumlah setengah juta jiwa.

Di apartheid Afrika Selatan, sistem yang didasarkan pada supremasi kulit putih dan segregasi rasial berlaku dari 1948 hingga 1994. Kelompok hak asasi manusia mendasarkan kesimpulan mereka terhadap Israel berdasarkan konvensi internasional seperti Statuta Roma tentang Pengadilan Kriminal Internasional.  Undang-undang tersebut mendefinisikan apartheid sebagai sebuah rezim terlembaga yang melakukan penindasan dan dominasi sistematis oleh satu kelompok ras terhadap kelompok ras lainnya.

Berita Lainnya:
Denmark Tangkap Pria yang Ancam Ledakan Bandara 

Pardo mengatakan, warga Israel bisa naik mobil dan mengemudi kemanapun mereka mau, kecuali Jalur Gaza yang diblokade. Tapi warga Palestina tidak bisa mengemudi kemanapun. Pardo mengatakan, pandangannya mengenai sistem di Tepi Barat adalah fakta.

Warga Israel dilarang memasuki wilayah Palestina di Tepi Barat, namun dapat berkendara melintasi Israel dan 60 persen wilayah Tepi Barat yang dikuasai Israel.  Sementara warga Palestina memerlukan izin dari Israel untuk memasuki negaranya dan seringkali harus melewati pos pemeriksaan militer untuk dapat berpindah ke wilayah Tepi Barat.

Kelompok hak asasi manusia menyoroti kebijakan diskriminatif di Israel dan di Yerusalem timur yang dianeksasi. Termasuk blokade Israel terhadap Jalur Gaza, yang telah dikuasai oleh kelompok militan Hamas sejak 2007, dan pendudukannya di Tepi Barat. Israel menerapkan kendali menyeluruh atas wilayah tersebut, menerapkan sistem hukum dua tingkat, dan membangun serta memperluas pemukiman Yahudi yang dianggap ilegal oleh masyarakat internasional.

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi