Senin, 06/05/2024 - 23:21 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ASIAINTERNASIONAL

Filipina Gandeng Amerika Hadapi Cina di Laut Cina Selatan

ADVERTISEMENTS

JAKARTA – Profesor Renato Cruz De Castro dari the International Studies Department di De La Salle University yang berbasis di Manila mengungkapkan, mayoritas masyarakat Filipina memberi dukungan penuh pada pemerintah dalam menangani persengketaan klaim maritim dengan Cina di Laut Cina Selatan (LCS). Dia pun menjelaskan bagaimana Manila menggandeng Amerika sebagai sekutu guna menghadapi Beijing.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

“Tentu saja, sebagian besar warga Filipina mendukung posisi kuat Pemerintah Filipina dalam menghadapi ekspansi maritim Cina di LCS,” kata De Castro saat berpartisipasi dalam diskusi publik bertajuk “What’s Going On with the Philippines, the United States, and China?” yang digelar secara virtual oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Senin (19/2/2023) malam.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Pada kesempatan itu, De Castro turut memaparkan tentang strategi pemerintahan Presiden Ferdinand Marcos Jr. dalam menghadapi Cina. De Castro mengungkapkan, ketika Marcos Jr. dilantik pada 2022, dia menginginkan kebijakan seimbang terhadap Cina.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Tentu saja, langkah pertama adalah melanjutkan hubungan ekonomi dengan Cina, dan langkah lainnya adalah memperkuat aliansi dengan Amerika Serikat (AS). Hal ini tentu saja terhambat oleh retorika dan upaya mantan presiden Rodrigo Duterte untuk menjauhkan Filipina dari AS pada awal masa jabatannya pada 2016,” ucap De Castro.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh
Berita Lainnya:
Rencana Netanyahu Tingkatkan Tekanan Militer Agar Hamas Bebaskan Sandera

Di bawah pemerintahan Duterte, Filipina diketahui berupaya menjalin hubungan lebih dekat dengan Beijing. Namun De Castro menilai, Duterte baru menyadari kebijakannya “keliru” pada akhir masa jabatannya. Sebab, meski memiliki hubungan hangat, hal itu tak memperlunak Cina dalam mempertahankan klaimnya di LCS.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

“Pada Februari 2020, setelah, tentu saja, dia (Duterte) membatalkan Visiting Forces Agreement dengan AS, terjadi insiden antara fregat Filipina dan korvet Cina yang mengarahkan sistem kendali senjatanya,” ujar De Castro.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Menurut De Castro, Presiden Ferdinand Marcos Jr memetik pelajaran dari tindakan Duterte. “Dia (Marcos) pada dasarnya mengambil pelajaran dari pendahulunya bahwa memenuhi tuntutan Cina tidak akan berhasil. Jadi pendekatannya, tentu saja, adalah kebijakan yang seimbang, melibatkan Cina dalam hubungan ekonomi, dan menjaga aliansi erat dengan AS,” ucapnya.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Dia mengungkapkan, Marcos Jr pertama kali bertemu Presiden Cina Xi Jinping di Bangkok, Thailand, pada November 2022. Kala itu, Xi menyampaikan bahwa persengketaan klaim di LCS seharusnya tidak mempengaruhi hubungan antara Beijing dan Manila. Hal itu pun disampaikan ketika Marcos Jr berkunjung ke Beijing.

Namun De Castro menilai komentar Xi hanya sebuah retorika. Sebab di lapangan, kapal angkatan laut Cina dan Filipina masih kerap terlibat gesekan serta ketegangan.

Hal itu mendorong pemerintahan Marcos Jr merapat ke Negeri Paman Sam. “Masalahnya di sini bukanlah Filipina yang membuat pilihan. Cinalah yang mendorong Filipina ke dalam pelukan AS,” kata De Castro.

Berita Lainnya:
Cina Menjadi Tuan Rumah Pertemuan Angkatan Laut 30 Negara

Dia mengungkapkan, pada November tahun lalu, Filipina dan AS menggagas kerja sama maritim, termasuk patroli gabungan antara angkatan laut kedua negara. “Yang sangat menarik adalah setiap kali kita melakukan kegiatan kerja sama maritim itu, ada tamu tak diundang berupa Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat (Cina) yang menyaksikan apa yang terjadi saat kedua sekutu tersebut pada dasarnya sedang melakukan latihan militer,” ujarnya.

Sementara itu, Direktur Southeast Asia Program and Asia Maritime Transparency Initiative di CSIS Washington DC, Greg Poling, bersepakat dengan pemaparan dan penjelasan De Castro. Poling mengungkapkan, sejak dekade 1990-an, AS konsisten dalam isu LCS. Dia menyebut Washington memiliki dua kepentingan nasional dalam persengketaan klaim di LCS.

Kepentingan pertama terkait dengan mempertahankan kebebasan laut. Artinya aturan atau hukum yang mengatur ruang maritim. Hal itu pula yang menjadi alasan negara-negara Eropa memberi perhatian pada isu LCS.

Itu sebabnya Filipina sekarang memperoleh dukungan lebih dari 20 negara pada tahun ini yang menyerukan kepatuhan terhadap putusan arbitrase 2006. Filipina juga memenangkan putusan arbitrase internasional melawan Cina pada 2016.

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi