Rabu, 01/05/2024 - 01:19 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Video Game Berdampak Positif bagi Kognisi Anak? Studi Jawab Hal Ini

ADVERTISEMENTS

Bermain video game dikaitkan dengan kognisi dan fungsi otak anak.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

 JAKARTA — Beberapa orang tua khawatir tentang dampak negatif video game pada anak-anak mereka. Akan tetapi, studi baru menemukan game dapat dikaitkan dengan peningkatan kemampuan kognitif.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah


Dilansir dari laman USA Today, Jumat (25/11/2022), anak-anak yang bermain video game selama tiga jam atau lebih per hari tampil lebih baik pada kontrol impuls dan tes memori daripada anak-anak yang tidak bermain game. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang diterbitkan Senin di JAMA Network Open.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh


Para peneliti menganalisis pemindaian otak dari lebih dari 2.000 peserta usia sekolah dalam Adolescent Brain Cognitive Development Study yang sedang berlangsung. Ini adalah studi jangka panjang terbesar tentang perkembangan otak dan kesehatan anak di negara ini.

ADVERTISEMENTS


“Studi ini telah menjadi penyelidikan terbesar dalam hubungan antara video game, kognisi dan fungsi otak,” ujar Bader Chaarani, asisten profesor psikiatri di University of Vermont dan penulis utama studi tersebut.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Direktur National Institute on Drug Abuse Nora Volkow menambahkan studi ini menambah pemahaman mereka yang berkembang tentang hubungan antara bermain video game dan perkembangan otak. Banyak penelitian telah menghubungkan video game dengan perilaku dan masalah kesehatan mental.

Berita Lainnya:
Push-Up Bisa Kencangkan Otot Bagian Atas, Berapa Kali Idealnya Dilakukan Saat Olahraga?


Studi ini menunjukkan mungkin juga ada manfaat kognitif yang terkait dengan hobi populer ini, yang layak untuk diselidiki lebih lanjut. Studi ini membuat semakin banyak penelitian yang menunjukkan video game mungkin memiliki dampak positif pada pemain.


Para ilmuwan memisahkan anak-anak berusia sembilan dan 10 tahun menjadi dua kelompok, anak-anak yang tidak bermain video game sama sekali dan anak-anak yang bermain game selama tiga jam lebih per hari.


Kelompok gamer muda, mereka menunjukkan lebih banyak aktivitas otak di daerah frontal yang terkait dengan tugas yang lebih menuntut secara kognitif dan lebih sedikit aktivitas di area yang terkait dengan penglihatan. Para peneliti berteori perubahan dalam aktivitas otak dapat disebabkan oleh sifat permainan video yang menuntut secara kognitif dan peningkatan kemahiran dalam pemrosesan visual sebagai hasil dari permainan.


Penelitian sebelumnya telah menghubungkan video game dengan peningkatan depresi, kekerasan dan perilaku agresif. Namun, studi terbaru tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam masalah mental dan perilaku antara gamer muda dan anak-anak yang tidak bermain game.

Berita Lainnya:
Makin Banyak yang Kena Kanker di Usia Muda, Mengapa Orang Zaman Sekarang Lebih Berisiko?


“Penggunaan screen time yang berlebihan jelas tidak baik untuk kesehatan mental dan fisik,” ujar Chaarani.


Namun, bertentangan dengan penelitian kecil lainnya, peneliti tidak melihat hubungan langsung antara permainan mereka dan kesehatan mental atau kognisi. Penulis menekankan mereka tidak dapat mengatakan apakah ada hubungan sebab-akibat antara kinerja gamer dan video game. Anak-anak yang melakukan tes kognitif dengan baik, kata mereka, mungkin adalah orang-orang yang memilih untuk bermain video game.


Studi ini tidak memasukkan genre video game yang dimainkan dalam analisis. Namun, penelitian menunjukkan permainan yang berbeda dapat memiliki dampak yang berbeda pada otak.


“Itu adalah sesuatu yang tidak dapat kami lihat dalam penelitian kami karena kami belum memiliki informasi ini, tetapi itu adalah sesuatu yang akan kami pelajari,” ujar Chaarani.


Studi ini melacak 12 ribu anak yang memasuki penelitian ketika mereka berusia sembilan dan 10 tahun melalui masa remaja hingga dewasa muda.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi