Sabtu, 27/04/2024 - 09:50 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Bincang Sore Republika : RKUHP Belum Partisipatif

ADVERTISEMENTS

Kritik demi kritik terhadap RKUHP yang selama ini ada kerap bertepuk sebelah tangan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

YOGYAKARTA — Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mendapat sorotan. Pemerintah merasa RKUHP relatif siap untuk diberlakukan mengingat sudah dibahas kurang lebih selama 59 tahun dengan melibatkan pakar, akademisi, dan masyarakat.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi Universitas Islam Indonesia (UII), Muhammad Saleh mengatakan, kritik demi kritik terhadap RKUHP yang selama ini ada kerap bertepuk sebelah tangan. Artinya, kritik tidak berbalas jawaban.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


Misalnya, penolakan dari LBH-LBH seluruh Indonesia terhadap delik terkait penghinaan presiden yang dirasa sudah sangat tidak relevan. Tapi, lagi-lagi, kritik yang disampaikan berbagai elemen masyarakat belum memperoleh jawaban.

ADVERTISEMENTS


Padahal, minimal terhadap masukan-masukan yang ada pemerintah harus memberi respons. Karenanya, ia mengingatkan, RKUHP belum sepenuhnya partisipatif dan belum menerapkan prinsip meaningful participation seperti yang diamanatkan MK.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


“Kita belum melihat apakah respons dari masyarakat, entah itu kritik atau respon positif itu diberi respons balik pembentuk UU, dalam hal ini pemerintah dan DPR,” kata Saleh dalam diskusi Bincang Sore Republika bertajuk ‘RKUHP dalam Sorotan: Partisipasi Publik dan Kebutuhan Pembaharuan Hukum Nasional’ di Kantor Perwakilan Republika DIY-Jateng, Rabu (7/9/2022).

Berita Lainnya:
Dua Tahanan PN Cianjur yang Kabur Kembali Diringkus


Ia berpendapat, hukum sendiri tidak pernah independen, tidak determinan terhadap politik, dan tidak steril. Secara perspektif sosio legal, hukum tidak berada dalam ruang hampa, namun berelasi dan saling berjumpa dengan fakta sosial dan fakta politik.


Maka dari itu, sangat dimungkinkan hukum terkontaminasi praktek politik. Selain itu, kuasa modal bukan sesuatu yang tabu di Indonesia terhadap pembentukan UU. Salah satu contoh paling nyata tidak lain pembentukan UU Cipta Kerja (Omnibus Law).


Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan putusan yang menyatakan UU Cipta Kerja minim partisipasi, prosedur yang tidak tepat, dan berparadigma yang liberalisme. Ini membuktikan kalau kuasa modal dalam pembentukan UU tidak tabu di Indonesia.


PP Muhammadiyah pernah pula mengajukan Judicial Review terhadap UU Minerba, UU Migas, dan UU Air yang spiritnya korporatisasi. Ini jadi salah satu bukti adanya tren buruk legislasi belakangan yang dibentuk dengan rezim yang sangat pro dengan modal.

Berita Lainnya:
Sebanyak 112.569 Orang Kunjungi Taman Margasatwa Ragunan H+3 Lebaran


Saleh menyitir data Tempo di mana sebanyak 45 persen anggota DPR RI pengusaha, artinya ada 262 anggota DPR RI pengusaha. KPK pernah merilis pula Indonesia salah satu negara dengan biaya politik yang cukup tinggi, sehingga pembiayaan yang cukup tinggi terhadap politik lokal.


“Diikuti dengan 45 persen anggota DPR RI kita pengusaha itu membuat hukum itu tidak netral terhadap politik, bahkan hukum kita saat ini tidak netral terhadap rezim ekonomi. Jadi, ekonomi determinan terhadap hukum dan politik kita,” ujar Saleh dalam diskusi yang  dimoderatori pegiat literasi, Khairul Amin, tersebut.


Artinya, Saleh menekankan, proses pembentukan hukum tidak ada dalam ruang hampa, sehingga jangan dibayangkan steril dari kondisi sosial dan politik. Tapi, malah sangat dimungkinkan pembentukan hukum itu ditunggangi berbagai kepentingan.


“Karena itu, kehadiran partisipasi masyarakat secara meluas untuk meminimalisir potensi penumpang gelap di tengah jalan. Keterbukaan itu penting agar kita bisa memastikan regulasi baik secara prosedur maupun secara substansi,” kata Saleh.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi