Selasa, 30/04/2024 - 02:57 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Capres Anti Hijab Marine Le Pen Keok di Pilpres Prancis 2022

ADVERTISEMENTS

Politisi asal Prancis, Marion Anne Perrine Le Pen (Marine Le Pen) kalah telak dari capres petahana, Emmanuel Macron di pilpres Prancis 2022.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Presiden Macron telah mendapat suara di atas 55 persen, sementara suara bagi Le Pen mentok di sekitar 40 persen.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Pada perhitungan suara yang sudah 98 persen di situs Kementerian Dalam Negeri Prancis, Senin (25/4/2022), Emmanuel Macron telah meraih 18,9 juta suara (58,32 persen) dan Marine Le Pen hanya 13,1 juta suara (41,68 persen).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Marine Le Pen berasal dari partai Rassemblement national (RN) yang memiliki aliran politik sayap kanan. Partainya terkenal sangat nasional, anti-imigran, anti-Uni Eropa, serta anti-hijab.

ADVERTISEMENTS

Proposal larangan hijab di tempat umum juga menjadi salah satu andalan Marine Le Pen pada kampanye pilpres Prancis 2022. Hal itu pun ia ungkap dalam debat dengan Presiden Macron.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Marine Le Pen berkata dirinya tidak melawan Islam, ia berkata melawan prinsip yang mengurangi kesetaraan antara laki-laki dan perempuan.

“Saya pikir kita butuh sebuah hukum melawan ideologi Islamis. Saya tidak bertempur melawan sebuah agama, saya tidak melawan Islam yang merupakan agama yang memiliki tempat (di Prancis),” ucap Le Pen seperti melansir liputan6.

“Saya bertempur melawan ideologi Islamis yang merupakan cara berpikir yang melemahkan fondasi-fondasi republik kita, yang melemahkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, melemahkan sekularisme, melemahkan demokrasi,” lanjutnya.

Berita Lainnya:
3 Tersangka Pembunuhan Eks Casis Bintara Ditangkap, Diotaki Oknum POM Lanal Nias

Kini, kemenangan Emmanuel Macron di pilpres Prancis menjadi pertanda positif yang bisa memperkuat hubungan Prancis dengan Uni Eropa. Presiden Macron juga berniat melanjutkan pembangunan di Prancis yang peduli dengan iklim.

Sebelumnya dilaporkan, Marine Le Pen dan saingannya sang petahana Emmanuel Macron berjibaku dalam pertarungan yang ketat dalam putaran kedua yang berlangsung pada 24 April mendatang, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (19/4).

Mereka berdua dihadang oleh perempuan berjilbab yang menanyakan mengapa pilihan busana mereka harus terjebak dalam politik.

Macron tidak akan melarang pakaian keagamaan, tetapi dia telah mengawasi penutupan banyak masjid, sekolah, dan kelompok Islam, dengan bantuan dari tim khusus untuk membasmi dugaan tempat berkembang biaknya radikalisme.

Pemerintah Macron juga meloloskan undang-undang kontroversial tahun lalu untuk memerangi “separatisme,” kata yang digunakan untuk menggambarkan pencampuran politik dengan Islam, yang dianggap berbahaya bagi nilai sekularisme Prancis yang berharga.

Saat ini, beberapa Muslim merasa kampanye presiden sekali lagi menstigmatisasi kepercayaan mereka.

Di sebuah pasar petani di kota selatan Pertuis, seorang perempuan berjilbab biru-putih mendekati Le Pen saat kandidat itu melewati penjual ikan dan pedagang untuk menyambut para pendukung.

Berita Lainnya:
Jenazah Babe Cabita Sampai di Rumah Duka, Tangis Rekan Komika Pecah

“Apa yang dilakukan jilbab dalam politik?” perempuan itu bertanya.

Le Pen membela pendapatnya, menyebut jilbab sebagai “seragam yang dikenakan dari waktu ke waktu oleh orang-orang yang memiliki visi radikal tentang Islam.”

“Itu tidak benar,” balas perempuan itu. “Saya mulai memakai cadar ketika saya sudah tua. Bagi saya jilbab adalah tanda menjadi seorang nenek.” Perempuan itu mencatat bahwa ayahnya telah bertugas di militer Prancis selama 15 tahun.

Platform politik Le Pen menyerukan pelarangan jilbab di jalan-jalan Prancis, sebuah langkah besar lebih jauh dari dua undang-undang yang sudah ada, larangan jilbab tahun 2004 di ruang kelas dan larangan niqab penutup wajah di jalan-jalan pada 2010.

Penentangannya terhadap jilbab telah merangkum apa yang dikatakan para pengkritiknya sebagi tindakan berbahaya bagi persatuan Prancis, dengan mengasingkan jutaan Muslim Prancis.

Le Pen juga akan memangkas imigrasi dan ingin melarang ritual penyembelihan, yang akan membatasi akses Muslim Prancis dan Yahudi terhadap kosher dan daging halal.

Macron juga mendebat seorang perempuan berjilbab pada Jumat. Dia berusaha menjauhkan diri dari Le Pen dengan mengatakan dia tidak akan mengubah hukum apa pun.

Perempuan itu, Sara El Attar, mengatakan dia merasa terhina oleh komentar Macron sebelumnya di mana dia mengatakan jilbab mengacaukan hubungan antara pria dan perempuan.

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi