Jumat, 26/04/2024 - 19:56 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ASIAINTERNASIONAL

Lockdown Berkepanjangan Ganggu Kesehatan Mental Generasi Muda China

ADVERTISEMENTS

Dampak kebijakan ketat terhadap kesehatan mental dapat berlangsung selama dua dekade.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

 BEIJING — Zhang Meng mengalami gangguan kesehatan mental Desember tahun lalu. Wanita berusia 20 tahun itu mendapati dirinya menangis terisak-isak di tangga asramanya. Dia merasa putus asa oleh kebijakan penguncian atau lockdown yang berulang kali dilakukan untuk mengatasi Covid-19 di kampusnya di Beijing.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Dengan kebijakan penguncian tersebut, maka Zhang tidak dapat bertemu dengan teman-temannya secara tatap muka. Zhang mengatakan, dia mendambakan interaksi sosial secara langsung.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


“Pembatasan telah melepaskan jaring pengaman yang menahan saya, dan saya merasa sangat rapuh,” ujar Zhang.

ADVERTISEMENTS


Pada Desember tahun lalu, Zhang didiagnosis dengan depresi berat dan kecemasan. Bagi Zhang, penguncian dan depresi telah benar menghancurkan pandangan hidupnya. Setelah lulus dari sekolah menengah atas, Zhang berkeinginan untuk belajar bahasa dan sastra China. Namun dia kecewa dengan kebijakan pemerintah yang memberlakukan penguncian ketat secara berkala. Hal ini telah memicu minat Zhang untuk belajar di luar negeri.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil
Berita Lainnya:
Korut Tepis Kemungkinan Buka Dialog dengan Jepang di Masa Depan


“Saya cukup patriotik ketika saya lulus dari sekolah menengah, tapi perasaan ini perlahan-lahan menghilang. Bukannya saya tidak percaya lagi kepada pemerintah, ini lebih merupakan perasaan bahwa bau masker dan sanitiser telah menembus jauh ke dalam tulang saya,” kata Zhang.


Serupa dengan Zhang, Yao, juga mengalami gangguan kesehatan mental. Yao yang hanya mengidentifikasi dirinya dengan nama depan, tidak dapat memahami mengapa kebijakan penguncian begitu sulit.  Dia mengatakan bahwa, suatu hari dia harus bersembunyi di toilet sekolahnya dan menangis sangat kencang.


Pada awal 2021 saat berada di universitas di Beijing, Yao mencoba bunuh diri. Dia tidak mampu menghilangkan depresi, dan kesedihannya karena tidak mengambil kursus yang dia inginkan. Ketika itu, Yao takut mengecewakan ayahnya.


China telah menerapkan beberapa tindakan penguncian paling keras dan paling sering di dunia dengan tujuan untuk membasmi wabah Covid-19. China menerapkan kebijakan “nol Covid-19” dengan alasan menyelamatkan nyawa penduduknya. Hingga saat ini, China mencatat angka kematian akibat Covid-19 yang rendah yaitu sekitar 5.200.


Dampak kebijakan lockdown yang ketat membuat para ahli medis khawatir dengan kesehatan mental kaum muda. Zhang dan Yao, telah menjadi korban dari kebijakan penguncian yang berkepanjangan.

Berita Lainnya:
Israel Bunuh Tujuh Pekerja Kemanusiaan di Gaza


“Penguncian di China telah menimbulkan kerugian besar bagi manusia dengan bayang-bayang kesehatan mental yang berdampak buruk terhadap budaya dan ekonomi China selama bertahun-tahun yang akan datang,” ujar pendapat editorial bulan Juni di jurnal medis Inggris Lancet.


Secara khusus, para ahli mengkhawatirkan kesehatan mental remaja dan orang dewasa muda, yang lebih rentan karena usia mereka dan kurangnya kontrol atas kehidupan mereka. Mereka juga harus menghadapi tekanan pendidikan dan tekanan ekonomi yang jauh lebih besar daripada generasi sebelumnya.  


Jumlah anak muda yang terkena dampak akibat kebijakan lockdown yang berkepanjangan berpotensi meningkat. Kementerian Pendidikan memperkirakan pada 2020, sekitar 220 juta anak-anak dan remaja China telah dikurung di rumah untuk jangka waktu yang lama karena pembatasan Covid-19. Kementerian Pendidikan tidak menanggapi permintaan Reuters untuk meminta update angka terbaru dan komentar tentang topik tersebut.


 


sumber : Reuters

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi