Jumat, 26/04/2024 - 21:06 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Ketika Islamofobia Dianggap Normal dan Dampaknya yang Semakin Global

ADVERTISEMENTS

Islamofobia masih menjadi hal yang mengkhawatirkan di berbagai negara

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

JAKARTA — Andrew Leak, pria yang baru-baru ini mengebom pusat pemrosesan migran di Inggris, secara terbuka menyatakan bahwa dia ingin menyakiti umat Islam. Dalam unggahan terakhirnya di Twitter, sebelum penyerangan, dia menulis “Kami akan melenyapkan mereka anak-anak Muslim.”

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA


Sementara yang lain menduga bahwa pelaku memiliki masalah kesehatan mental. Hal yang sama juga disebut polisi yang menyelidiki insiden tersebut, mengakui bahwa pelaku dimotivasi ideologi teroris sayap kanan yang ekstrim.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah


“Kami tampaknya telah mencapai titik kritis di Eropa. Normalisasi Islamofobia dalam wacana politik dan media telah membantu menciptakan iklim intoleransi yang berbahaya.”

ADVERTISEMENTS


Sentimen anti-Muslim dan kejahatan rasial telah melonjak di seluruh benua sehingga politisi dari 46 negara terpaksa menyusun resolusi di Majelis Parlemen Dewan Eropa bulan lalu.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil


Resolusi tersebut menuduh pihak berwenang di negara-negara Eropa menormalkan diskriminasi terhadap Muslim dan menyerukan tindakan untuk mengatasi Islamofobia sebagai bentuk rasisme.


“Resolusi ini harus menjadi peringatan. Hukum, kebijakan, dan praktik rasis tidak memiliki tempat di Eropa,” kata Direktur Regional Amnesty Internasional untuk Eropa, Nils Muižnieks dilansir dari New Arab, Rabu (22/11/20022).

Berita Lainnya:
Kisah Ibunda Anas bin Malik yang Teguh Memegang Islam Meski Ditinggalkan Suami


Peringatan suram ini datang pada saat bahasa yang menghasut tentang Muslim, Islam, dan migrasi telah meningkatkan kejahatan rasial terhadap Muslim dan mereka yang dianggap beriman.  


Tindakan kekerasan ini seringkali tidak didokumentasikan secara resmi atau diselidiki dengan baik. Lebih buruk lagi, banyak negara mengawasi Muslim dengan berbagai tindakan kontra-terorisme yang beroperasi di luar sistem peradilan pidana dan perlindungan yang memadai.


Xenofobia dan Islamofobia di Eropa terus berkembang dan menjadi arus utama melalui pemilihan politisi seperti Georgia Meloni, pemimpin koalisi partai sayap kanan di Italia dan Jimmie Åkesson, pemimpin Demokrat Swedia yang memperoleh suara terbanyak dalam pemilihan nasional.


Menurut laporan tahunan Islamofobia Eropa terbaru menyebutkan, Islamofobia adalah masalah mendesak di seluruh benua. Laporan tersebut memeriksa diskriminasi anti-Muslim di 27 negara Eropa dan mencatat bahwa Islamofobia telah dinormalisasi dan dilembagakan dalam demokrasi liberal.

Berita Lainnya:
Islam Hijau dari Masjid Istiqlal untuk Dunia


Hal ini terlihat dari maraknya insiden Islamofobia dan diskriminasi sistemik terhadap umat Islam di berbagai bidang kehidupan, mulai dari pelarangan pakaian simbolis agama, pekerjaan, perawatan kesehatan, pendidikan dan sistem peradilan.  


Baca juga: Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat 


Di Prancis, insiden anti-Muslim paling sering dikaitkan dengan perusakan tempat ibadah Muslim, pusat budaya, kuburan, dan serangan fisik terhadap orang.


Sentimen anti-Muslim secara implisit didorong Presiden Prancis, Emmanuel Macron yang mengadopsi Islamofobia sebagai bagian dari kebijakan dan strategi pemilihan pemerintahnya.  


Baik Jerman dan Spanyol telah mengalami lonjakan kejahatan rasial Islamofobia selama lima tahun terakhir dan kasus serupa diidentifikasi di Swedia tahun ini, ketika partai sayap kanan Stram Kurs mengancam akan membakar Alquran di depan umum, dan menyebabkan bentrokan kekerasan antara pendukung dan pengunjuk rasa.


Di Belgia, wanita telah menerima sebagian besar serangan Islamofobia dan rasis, sementara di Finlandia, sebagian besar kejahatan rasial disebabkan oleh asal-usul etnis dan agama.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi