Rabu, 01/05/2024 - 07:11 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Meneruskan Kehamilan di Usia Belia, Ini Dampaknya Bagi Korban Kejahatan Seksual

ADVERTISEMENTS

Anak usia 12 tahun di Sumatra Utara hamil akibat kejahatan seksual.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

JAKARTA — Psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo mengingatkan anak perempuan di usia 12 tahun umumnya baru saja memasuki usia pubertas. Pada saat itu, organ reproduksi secara bertahap memasuki tahap pematangan sehingga belum siap untuk mengandung/hamil.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Sementara itu, secara psikis, usia 12 tahun merupakan tahap awal perubahan dari anak menuju remaja. Vera menyebut dunia mereka masih diwarnai dengan urusan bermain, berteman, dan bersekolah.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Usia 12 tahun bukan usia harus menjadi ibu,” ujarnya kepada Republika.co.id, Sabtu (7/1/2023), menyoroti kasus anak usia 12 tahun di Sumatra Utara yang tengah hamil delapan bulan setelah menjadi korban kejahatan seksual.

ADVERTISEMENTS

Ketika anak di usia belia hamil karena menjadi korban kejahatan seksual, menurut Vera, ada beberapa pilihan yang memungkinkan. Pilihan tersebut harus dibahas bersama dengan korban dan keluarganya untuk mencarikan konsekuensi yang terbaik bagi korban.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

 

Jika pilihannya pada meneruskan kehamilan, maka anak yang hamil pada usia tersebut, tentu butuh banyak dukungan dari lingkungan sekitarnya. Apalagi, ini merupakan kehamilan yang tidak diharapkan.

Berita Lainnya:
Gangguan Spektrum Autisme Bisa Terlihat Saat Bayi Berusia Enam Bulan, Seperti Apa Cirinya?

Butuh kesiapan mental yang kuat untuk menjalani kehamilan dan kemudian jika memutuskan untuk merawat bayinya setelah lahir. Vera mengingatkan untuk memastikan korban memahami apa yang terjadi pada dirinya dan apa yang akan dihadapi ke depannya.

“Mau tidak mau harus dijelaskan agar anak paham apa yang tengah dan akan terjadi pada tubuhnya,” ujarnya.

Jika pilihannya pada menggugurkan kandungan, lanjut Vera, ini merupakan salah satu pilihan yang perlu diambil bersama. Dampaknya terhadap korban akan tergantung dari prosesnya dan dukungan dari keluarga terdekat serta apakah setelahnya dia bisa kembali ke rutinitas selayak anak seusianya.

“Berikan semua support yang dibutuhkan. Hindari tuntutan yang berlebihan mengingat korban memang belum siap menjadi ibu,” kata Vera.

Bagaimana masa depan anak yang sudah hamil bahkan memiliki anak di usia remaja? Menurut Vera, itu akan tergantung pada pemahaman anak tentang apa yang terjadi pada dirinya, besaran dukungan dari lingkungan sekitar, dan adanya pendampingan psikologis secara berkelanjutan.

Berita Lainnya:
Sakit Kepala tak Selalu Harus Minum Obat, Dokter Sebut Ada Cara Lain yang Lebih 'Aman'

Menggugurkan kandungan

Sementara itu, dari segi medis, dokter spesialis kebidanan dan kandungan Kamilah Tsurayya Fitriana menyebut kehamilan dapat dilanjutkan jika anak yang menjadi korban kejahatan seksual tidak depresi. Andaikan anak yang dikandung cenderung tidak diinginkan maka setelah lahir bayi tersebut dapat diasuh dan diserahkan kepada panti asuhan.

Sebaliknya, jika korban mengalami depresi berat atau kejiwaannya terganggu, maka terminasi kehamilan dapat dipertimbangkan. Keputusan tersebut ditempuh melalui konferensi holistik dengan dokter psikiatri dan Komite Etik dan Medikolegal.

Dr Kamilah menjelaskan, pada usia 10 sampai 19 tahun, anak remaja  belum matang secara psikis, emosional, sosial, dan mental. Pada usia ini, kondisi fisik belum 100 persen siap dan organ reproduksi belum matang sempurna sehingga kehamilan dijalani dengan keterbatasan.

“Komplikasi kehamilan pun dapat meningkat, terutama kelahiran prematur, ketuban pecah dini, pertumbuhan janin terhambat, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), preeklampsia/eklampsia, dan anemia,” ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (5/1/2023).

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi