Jumat, 26/04/2024 - 21:16 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

INTERNASIONALTIMUR TENGAH

Iran Ingin Bunuh Donald Trump, Mike Pompeo, dan Pejabat Tinggi Militer AS

ADVERTISEMENTS

TEHERAN – Kepala Unit Kedirgantaraan Korps Garda Revolusi Iran Amirali Hajizadeh mengatakan, Iran sedang berusaha membunuh mantan presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, mantan menteri luar negeri AS Mike Pompeo, dan sejumlah pejabat tinggi militer AS. Hal itu karena mereka terlibat dalam operasi pembunuhan mantan komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

“Insya Allah, kami akan dapat membunuh Trump, Pompeo, (mantan kepala Komando Pusat AS Jenderal Kenneth) McKenzie, dan para komandan militer yang memberi perintah (pembunuhan Soleimani) harus dibunuh,” kata Hajizadeh, Jumat (24/2/2023), dikutip laman Al Arabiya. 

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Qassem Soleimani tewas di Bandara Internasional Baghdad, Irak, pada 3 Januari 2020. Dia dibunuh saat berada dalam konvoi Popular Mobilization Forces (PMF), pasukan paramiliter Irak yang memiliki kedekatan dengan Iran. Iring-iringan mobil mereka menjadi sasaran tembak pesawat nirawak AS. Donald Trump adalah tokoh yang memerintahkan langsung serangan tersebut.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Trump mengklaim Soleimani sedang merencanakan serangan terhadap misi dan diplomat AS di Timur Tengah. Oleh sebab itu, sebelum Soleimani melancarkan aksinya, AS terlebih dulu mengambil tindakan dengan membunuhnya. 

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Menhan Rusia dan Prancis Bahas Ukraina Lewat Sambungan Telepon

Iran mengutuk keras pembunuhan Soleimani dan bersumpah akan membalas tindakan Washington. Tak lama setelah peristiwa pembunuhan itu, Iran meluncurkan serangan udara ke markas tentara AS di Irak. Aksi itu sempat menimbulkan kekhawatiran global tentang potensi pecahnya peperangan.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Soleimani merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah. Ia dipercaya memimpin Pasukan Quds, sebuah divisi atau sayap dari Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial, termasuk kontra-intelijen di kawasan. Soleimani pun memiliki kedekatan dengan Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.

Donald Trump disebut sempat mengalami kecemasan karena berpikir akan menjadi target pembunuhan Iran. Dia khawatir Teheran akan membalas tindakannya memerintahkan pembunuhan mantan komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qassem Soleimani.

Hal itu diungkap jurnalis New York Times Peter Baker dan jurnalis The New Yorker Susan Glasser dalam buku berjudul “The Divider” yang mereka garap bersama. Buku tersebut melihat secara dekat kebijakan pemerintahan Trump terhadap Iran. 

Berita Lainnya:
Khawatir, Obama Mulai Cawe-cawe di Pilpres AS

The Guardian, September 2022 lalu, menerbitkan beberapa kutipan dari The Divider, salah satunya terkait pembunuhan Mayor Jenderal Qassem Soleimani. Di depan publik, Trump memperlihatkan kepercayaan diri atas keputusannya memerintahkan pembunuhan Soleimani. Dia bahkan agak mencemooh tokoh militer yang sangat dibanggakan oleh Iran tersebut. “Dia (Soleimani) adalah teroris yang haus darah, dan dia bukan lagi teroris. Dia tewas,” kata Trump saat mengumumkan keberhasilan misi menyisihkan Soleimani pada Januari 2020.

Namun ketika tengah berada di ruang atau acara privat, Trump tak bisa menyembunyikan ketakutannya atas pembalasan Iran. Dalam buku The Divider, Peter Baker dan Susan Glasser mengungkapkan, pada akhir 2020, Trump sempat meninggalkan pesta koktail di Florida. Ketika itu, Trump memberitahu tahu teman-temannya bahwa dia takut akan menjadi target pembunuhan Iran.

“Di sebuah pesta koktail, Trump memberitahu beberapa temannya di Florida bahwa dia takut Iran akan mencoba membunuhnya, jadi dia harus kembali ke Washington di mana dia akan lebih aman,” tulis Baker dan Glasser dalam bukunya.

 

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi