Selasa, 30/04/2024 - 01:43 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

BISNISEKONOMI

Guru Besar IPB Ingatkan Indonesia Terancam Jebakan Middle Income Trap

ADVERTISEMENTS

  JAKARTA — Guru Besar Ekonomi Politik Fakultas Ekonomi Manajemen IPB University Didin S Damanhuri mengatakan, Indonesia terancam terus terjebak dalam middle income trap atau jebakan pendapatan menengah. Hal ini jika Indonesia menerapkan paradigma pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) tinggi (GDP Oriented).

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

“Dampak jika Indonesia menjadikan pertumbuhan ekonomi tinggi atau GDP Oriented tanpa memperhatikan faktor-faktor lain bisa berdampak, salah satunya Indonesia terancam Middle Income Trap,” ujar Didin dalam diskusi ‘Refleksi Dinamika Perjalanan Bangsa Tahun 2023 dan Proyeksi 2024’ yang digelar secara hybrid, Kamis (28/12/2023).

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

Didin memaparkan ada tiga model orientasi pembangunan ekonomi negara-negara berkembang. Pertama model PDB hanya sebagai faktor indikatif atau pertumbuhan Ekonomi tersebut dicapai melalui Pemerataan growth through Equity. Kedua, model Pertumbuhan Ekonomi Bersama Pemerataan (Growth with Equity) dimana Indonesia di era Orde Baru menerapkan model tersebut dengan rata-rata pertumbuhan 7,5 persen.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Sementara, Indonesia di era reformasi hingga saat ini mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi dengan menerapkan model ketiga yakni Model Orientasi Pertumbuhan Ekonomi at all cost (GDP Oriented). Hal ini tercermin dlewat Privatisasi besar-besaran pada 2000 – 2014 dan melalui utang luar negeri dan pembangunan Infrastruktur fisik besar-besaran mulai tol, pelabuhan udara dan laut, LRT, MRT, IKN dan lain-lain pada 2014-2023).  

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
BUMN Peledak Tekankan Core Values Akhlak

Pembangunan yang hanya mengejar pertumbuhan ekonomi justru dinilai makin menyulitkan dalam menyejahterakan rakyat dan makin menajamkan ketimpangan. Hal ini karena penyusunan maupun RAPBN dan RAPBD akan tetap memilih alokasi Fiskal, moneter dan perbankan yang sensitif terhadap pertumbuhan PDB/PDRB. Karena makin padat modal dan teknologi dan makin rendah penyerapan tenaga kerja.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Selain itu, Model GDP Oriented juga berdampak pada ekosisten yang menyuburkan oligarki bisnis. Dengan sistem politik dan Pemilu yang “High Cost” menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan yang semakin tidak menyejahterakan rakyat. Tak hanya itu, GDP Oriented ini juga berdampak pada kebocoran dan korupsi.

Karena diperlukan langkah perubahan, salah satunya orientasi pembangunan harus lebih inklusif dan berkeadilan sosial dalam paradigma pembangunan

Berita Lainnya:
Pertamina Hulu Rokan Terima Penghargaan di Brazil

“Menggeser orientasi pembangunan yang terlalu GDP Oriented ke arah sustainable growth (ekonomi, sosial, dan ekologi) with equity,” ujarnya.

Selain itu, Didin juga menilai perlunya memperbaiki kelembagaan institusi sosial-ekonomi seperti Bulog, KPPU dan KPK. Ditambah dengan tujuan mngurangi ketimpangan dalam rangka mencapai pemerataan serta menciptakan pasar yang lebih sehat.

Ia menilai GDP sebagai faktor indikatif yang harus diikuti oleh tujuan mencapai keberlanjutan secara ekonomi, sosial dan ekologi serta target pemerataan dengan indikator yang kongkrit dan terukur dari waktu ke waktu. Hal ini juga harus sejalan dengan kebijakan fiskal, moneter, perbankan dan tata ruang  secara nasional dan daerah-daerah.

“Reforma pengelolaan fiskal dan moneter yang terlalu terkonsentrasi di kementrian keuangan perlu direform dengan dipisah dimana Bappenas sebagai perencana peereonomian nasional sekaligus sebagai pengelola otoritas fiskal bersama kemenkeu, Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas moneter dan ada badan penerimaan pendapatan negara,” ujarnya.

Sumber: Republika

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi