“Meski begitu masalah utama adalah sampah, masalah pilah sampah sangat krusial dan berdampak pada terjadinya banjir,“ ujar Syifa.
Syifa menjelaskan beberapa tahun ke belakang, permasalahan yang diterima anak muda adalah stigma, menurutnya muncul pernyataan, “anak muda peduli apa sih?”, “anak muda bisa apa sih?”. Mendapati stigma tersebut justru memunculkan rasa ketidakpedulian pada diri anak muda.
Syifa menambahkan anak muda punya cara yang berbeda menanggapi perubahan iklim, salah satu wujudnya dengan membuat video terkait isu lingkungan hasil interaksi langsung dengan masyarakat.
“Kemampuan teknologi dan berjejaring itulah kekuatan yang dimiliki oleh anak muda dan Teens Go Green akan terus mendorong,” tutup Syifa.
Memperkaya diskusi, Muhammad Maulana Malikul Ikram memaparkan praktik baik Biops Agrotekno Indonesia dalam aksi iklim melalui konsep pertanian presisi.
Malikul menyampaikan Biops Agrotekno Indonesia ingin membawa era baru pertanian di Indonesia, bahwa menjadi petani itu keren.
“Saya melihat di Indonesia pertanian 3.0 aja belum, tapi pelan-pelan ke arah sana. Mengupayakan pertanian bisa jadi industri, para petani adalah pelaku bisnis. Bagaimana caranya mereka gak kerja hanya untuk makan, tapi berkembang lebih besar lagi. Semua butuh waktu, kita bergerak bersama, dengan teknologi petani tidak rugi, kami mengedukasi pola pikir investasi,” ujar Malikul.
Malikul kemudian memaparkan Biops sudah melakukan praktik baik di pesisir Pulau Semau, Kupang, menerapkan teknologi untuk membantu mendistribusikan air secara merata.
“Sementara di Wakatobi, kami menggunakan solar farm irrigation system, irigasi dengan bantuan cahaya matahari, karena di sana listrik cuma ada malam, siang matahari, sementara masyarakat butuh air untuk kebutuhan. Solar farm irrigation system membuat hidup jadi lebih mudah, setelah itu mereka tumbuh, jumlah petani semakin banyak, lahan meluas, dan komoditi bertambah,” kata Malikul.
Acara berlanjut dengan partisipasi tamu undangan merespons beberapa praktik baik terkait iklim yang disampaikan narasumber. Speak Indonesia, mengajak salah satu mitranya, Ibu Rohaniah dari Federasi Perempuan yang aktif melakukan kampanye di pasar, sekolah, dan di lingkup RT/RW.
“Saya tinggal di Sukapura, Cilincing, rumah di pinggir kali, keseharian saya sampah, begitu bertemu Speak Indonesia, mereka mengarahkan kami supaya berguna, untuk diri sendiri terutama. Kami memunguti dan mengumpulkan sampah banner berukuran besar, kemudian dijahit dan dibuat jadi tas, ecobag. Gak cuma itu, di pasar kami mengajak ibu-ibu peduli kantong plastik. Di sekolah, kami mengedukasi adik-adik, tapi ternyata mereka lebih pintar, sudah menyadari pendidikan lingkungan,” ujar Rohaniah.
Sumber: Republika