Jumat, 26/04/2024 - 20:44 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

EKONOMIPERTANIAN

Guru Besar IPB: Riset Aksi Holosentrik Solusi untuk Pembangunan Pertanian Indonesia

ADVERTISEMENTS

Pada riset aksi Holosentrik peneliti tidak lagi mengambil jarak dengan petani

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

BOGOR — Riset aksi holosentrik sangat mendorong lahirnya kerja sama pemerintah, peneliti dan petani dalam kerangka kerja kolaboratif dengan berorientasi pada pemecahan masalah-masalah pertanian di lapangan.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Institut Pertanian Bogor (IPB) diharapkan bisa menjadi institusi pendidikan yang mendorong riset aksi holosentrik ini sebagai solusi dalam memecahkan kebuntuan sektoralisme pada program pembangunan pertanian di Indonesia yang selama ini masih menggunakan pendekatan teknosentrik.

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Hal ini disampaikan oleh Profesor Hermanu Triwidodo dalam orasi ilmiah berjudul Riset Aksi Holosentrik untuk Mengatasi Ledakan Hama pada penetapan guru besar IPB yang dibacakannya pada konferensi pers di Bogor, Kamis(19/05/2022).

 

“Riset aksi holosentrik ini bisa menjadi inovasi pendekatan dalam mengatasi kasus-kasus ledakan hama yang terjadi di berbagai tempat di Indonesia. Riset aksi holosentrik bisa menjadi prototype riset untuk mendukung pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia,” kata Hermanu.

Sebagai peneliti yang bergelut secara langsung di lapangan bersama petani selama lebih dari tiga dekade, Hermanu melihat pendekatan teknosentrik masih menjadi pendekatan utama dalam melihat permasalahan pertanian.

 

Ia mengatakan teknosentrik merupakan pendekatan yang digunakan dan menjadi dasar dari revolusi hijau. Implementasi pendekatan ini, kata dia, dilakukan dengan menerapkan paket teknologi yang dikembangkan oleh pusat kepakaran dengan cara pikir linier.

Berita Lainnya:
Kemenparekraf: Kunjungan Wisata Tertinggi di Jawa Selama Libur Lebaran

 

Di sini, petani, kata Hermanu, hanya ditempatkan sebagai pengguna dari teknologi yang diproduksi oleh pusat kepakaran (center of excellence). Dalam hal ini, lanjutnya, permasalahan di lapangan didokumentasikan, dibawa dan diteliti hingga mendapatkan kesimpulan dan teknologi yang siap untuk diterapkan oleh para petani.

 

“Pada pendekatan ini penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimiawi sintitek menjadi satu hal penting. Pendekatan ini secara nyata memiliki kelemahan dan memunculkan situasi gagal dengan terjadinya ledakan hama wereng coklat dan penggerek batang putih,” tutur pria kelahiran Tulungagung, 65 tahun silam ini.

 

Dalam penerapan riset aksi Holosentrik, Hermanu menjelaskan peneliti tidak lagi mengambil jarak dengan petani, melainkan bersama petani untuk melakukan kajian. Di sinilah, kata dia, membuka ruang dan kesempatan kepada semua pihak untuk berkontribusi dalam upaya penyelesaian masalah secara konstruktif.

 

“Riset aksi Holosentrik dalam pengelolaan hama memungkinkan peneliti dan petani menciptakan inovasi baru dari proses belajar bersama. Hal ini berbeda dengan pendekatan teknosentrik yang menempatkan petani sebagai pengguna dari teknologi yang dirancang oleh sumber pakar. Di sini, kontribusi peneliti dalam pendekatan holosentrik adalah keterlibatan secara kolaboratif untuk menghasilkan solusi secara langsung tanpa menunggu publikasi ilmiah,” ujarnya.

Berita Lainnya:
Astra Infra Siap Antisipasi Lonjakan Pemudik Lebaran Tahun Ini

 

Hermanu juga menjelaskan salah satu implementasi dan instrumen dari pendekatan riset aksi holosentrik ini adalah laboratorium lapang. Laboratorium lapang ini, kata dia, menjadi media tumbuh dan berkembang terhadap proses pembelajaran manusia dengan rasionalitas komunikatif.

“Pada laboratorium lapang ini terlihat bahwa komunikasi menjadi lebih efektif. Antara peneliti dan petani tidak ada lagi jarak sebagaimana pada model teknosentrik,” ujarnya.

 

Dalam penelitian yang dikembangkannya, Hermanu melihat hamparan sawah tidak hanya dipandang secara fisik tetapi juga soft side of land. Ia melihat adanya potensi tersembunyi dari pengalaman dan kearifan petani, keanekaragaman biologi dengan berbagai tingkatan dan fungsinya.

 

“Selama saya melakukan penelitian ini, interaksi unsur-unsur sistem lingkungan dan sistem sosial dengan nyata mempengaruhi dan menentukan hasil panen, bahkan interaksi berbagai pemangku kepentingan ini juga menentukan.”


“Hal ini ditunjukkan dalam pendayagunaan musuh alami, lampu perangkap hama, pengumpulan kelompok telur yang melibatkan aparat desa hingga anak-anak sekolah yang menekan serangan penggerek padi,” jelas ayah dua anak ini.

 

x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi