Senin, 27/05/2024 - 02:03 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Pengaruh Kebudayaan Pra-Islam Terhadap Pemikiran Filsafat Filsuf Muslim

Pemikiran filsuf Muslim terinspirasi sebagiannya dengan filsafat Barat

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

JAKARTA- Perkembangan filsafat yang digerakkan para pemikir Muslim di sepanjang sejarah tidak terlepas dari kebudayaan-kebudayaan pra-Islam, khususnya Yunani kuno. 

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan


Menurut Syamsuddin Arif dalam Filsafat Islam Antara Tradisi dan Kontroversi (2014), para penekun filsafat pada periode awal, seperti al-Kindi (801-873 M) dan al-Farabi (870-950 M), banyak bergelut dengan karya-karya filsuf Yunanisemisal Plato, Sokrates, dan Aristoteles.


Josep Puig Montada dalam Stanford Encyclopedia of Philosophy menjelaskan, maraknya kegiatan berfilsafat di Andalusia terjadi lebih belakangan daripada kawasan sisi timur dunia Islam, semisal Syam atau Irak. 


Pada abad ke-10, buku-buku yang berkaitan dengan pemikiran Ikhwan ash-Shafa sebuah perkumpulan misterius yang dibentuk para pemikir di Basrah diketahui sampai ke Andalusia.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh


Tokoh yang diduga menyebarkannya adalah Maslamah bin Ahmad al-Majriti, seorang filsuf kelahiran 950 M dari Madrid.

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Calon Suami atau Istri Ada Hubungan Keluarga, Bolehkah Dinikahi? Perhatikan Ketentuan Ini


Khususnya di Sarqusthan, jejak-jejak filsafat dapat ditelusuri pascawafatnya al-Majriti, yakni pada peranan Solomon bin Gabirol atau Avicebron. 


Pemikir dari kalangan Yahudi itu memperkenalkan neo-Platonisme kepada publik Barat. Gagasan-gagasannya, terutama yang termaktub dalam buku Yanbu al-Hayyah (Sumber Kehidupan), diterjemahkan ke dalam Latin pada 1150 dan mengilhami skolastisisme abad pertengahan di Eropa.

ADVERTISEMENTS


Dua generasi kemudian, tokoh berikutnya memberikan warna baru bagi tumbuhnya filsafat Islam di Andalusia. Dialah Abu Bakar Muhammad Ibnu Bajjah. Agak berbeda dengan para pendahulunya, ia sangat dipengaruhi pemikiran Aristoteles.

ADVERTISEMENTS


Menurut Mian Mohammad Sharif dalam A History of Muslim Philosophy, Ibnu Bajjah membaca dengan teliti dan mengomentari karya-karya pemikir Yunani kuno tersebut. 


Baca juga: Ritual Sholat Memukau Mualaf Iin Anita dan Penantian 7 Tahun Hidayah Akhirnya Terjawab 

Berita Lainnya:
Cara Menjadi Orang Beruntung


Dalam beberapa hal, filsuf Andalusia itu mengandalkan al-Farabi untuk menelaah filsafat. Namun, tidak seperti sosok yang berjulukan guru kedua setelah Aristoteles itu, Ibnu Bajjah memakai metode yang berlandaskan pada nalar untuk mendekati masalah-masalah filsafat.


Sebagai contoh, pemikiran Aristoteles mengenai substansi dan aksiden. Yang pertama tersebut merupakan hal yang utama dan fundamental. Itu membedakannya dengan kategori-kategori lainnya yang adalah aksidennya belaka.


Katakanlah, sebuah meja. Substansinya adalah maujud meja. Adapun model, warna, fungsinya di ruangan, dan lain-lain itu sekadar aksidennya. Totalitas benda itu adalah meja.


Bahwa benda itu terbuat dari kayu, berwarna hijau, dipakai untuk makan, dan lain-lain itu hanyalah menunjukkan kekhasannya, yang bukan pokok fundamental tentangnya. 

sumber : Harian Republika

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi