Jumat, 10/05/2024 - 16:15 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

LIFESTYLE

Trik Atur Sarapan untuk Cegah Obesitas

ADVERTISEMENTS

Protein yang tak tercukupi dapat menjadi pemicu obesitas.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat & Sukses ada Pelantikan Direktur PT PEMA dan Kepala BPKS

JAKARTA — Obesitas merupakan faktor risiko dari beragam masalah kesehatan yang bisa memicu kematian dini. Menerapkan sarapan yang tinggi protein bisa menjadi salah satu solusi untuk mencegah makan berlebih dan masalah obesitas.

ADVERTISEMENTS
Selamat Memperingati Hardiknas dari Bank Aceh Syariah

Hubungan antara asupan protein dan obesitas pertama kali disoroti dalam sebuah studi pada 2005. Studi tersebut menyoroti sebuah teori bernama protein leverage hypothesis (PLH).

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Menurut teori tersebut, kebutuhan protein yang tak tercukupi dapat menjadi pemicu obesitas. Ketika tubuh tak mendapatkan protein yang cukup, konsumsi lemak dan karbohidrat akan meningkat. Tak hanya itu, kekurangan asupan protein juga dapat meredam sinyal kenyang dan meningkatkan asupan makan.

ADVERTISEMENTS
Selamart Hari Buruh

Melalui sebuah studi terbaru, tim peneliti melakukan analisis terhadap data kesehatan populasi umum untuk memahami hubungan antara asupan protein dan obesitas. Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Obesity ini menemukan adanya hubungan antara asupan protein yang rendah saat sarapan atau jam makan pertama dengan asupan makanan yang lebih tinggi di sepanjang hari.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah
Berita Lainnya:
Picu Beragam Masalah Kesehatan, Merokok Setelah Makan Lebih Berbahaya?
ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Studi ini melibatkan data dari 9.341 orang dari Australian Bureau of Statistics. Para partisipan memiliki rerata usia 46,3 tahun.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Berdasarkan data, jumlah rerata asupan protein para partisipan adalah 18,4 persen dari total kebutuhan energi harian.  Sedangkan jumlah rerata asupan karbohidrat, protein, dan alkohol harian adalah 43,5 persen, 30,9 persen, dan 4,3 persen dari total kebutuhan energi harian.

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

Setelah melakukan perbandingan data, tim peneliti mendapati bahwa orang yang terbiasa sarapan dengan menu minim protein cenderung mengonsumsi lebih banyak kalori di jam makan berikutnya. Tim peneliti juga menemukan bahwa asupan protein yang rendah akan diikuti dengan peningkatan konsumsi lemak, karbohidrat, gula, dan alkohol.

Tim peneliti juga menemukan besaran protein yang dikonsumsi saat sarapan atau jam makan pertama turut mempengaruhi preferensi orang dalam memilih makanan. Orang dengan menu sarapan minim protein cenderung mengonsumsi lebih banyak makanan ultra proses.

Berita Lainnya:
Siapa Corey Micciolo, Anak 6 Tahun yang Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Lari di Treadmill

“Meski orang-orang yang sarapan minim protein memilih menu berprotein lebih tinggi di jam makan berikutnya (makan siang dan makan malam), itu biasanya tak cukup untuk mengompensasi rendahnya protein yang dikonsumsi di awal hari,” jelas peneliti dan Chair of Nutritional Ecology di University of Sydney, Prof David Raubenheimer, seperti dilansir Medical News Today.

Asisten profesor di UCLA Fielding School of Public Health, Dr Dana Ellis Hunnes PhD MPH RD, mengatakan protein dapat memperlambat lajut pencernaan dan penyerapan gula serta karbohidrat dari makanan. Sebaliknya, menyantap menu sarapan yang tinggi akan gula atau makanan olahan, makanan tersebut akan dicerna dan diserap dengan cepat.

“Ini menyebabkan kadar insulin kita melonjak dengan sangat cepat, menyebabkan sel-sel kita mengambil gula dari darah kita dengan sangat cepat. Ini akan menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat, yang bisa membuat kita lapar lagi,” ujar Dr Hunnes yang tak terlibat dalam studi.

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi