Rabu, 01/05/2024 - 15:26 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

ISLAM

Faktor-Faktor Pemicu Pernikahan Anak dan Pengajuan Dispensasi Nikah Menurut Sosiolog

ADVERTISEMENTS

Pemicu pengajuan dispensasi menikah tak hanya dari lemahnya pengawasan orang tua

ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Thantawi Ishak mantan Komisaris Utama Bank Aceh

  SURABAYA – Ada kontradiksi yang memprihatinkan terkait masih banyaknya anak di bawah umur yang mengajukan dispensasi nikah. Dimana pemerintah sudah menyiapkan payung hukum untuk membatasi usia seseorang bisa menikah, namun tidak berdampak untuk mengurangi jumlah pernikahan anak di bawah umur.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA
ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat Memperingati Hari Kartini dari Bank Aceh Syariah

“Sebaliknya yang terjadi malah kasus pernikahan di bawah umur makin banyak. Yang memprihatinkan itu sebagian di antaranya dilakukan karena hamil di luar nikahl. Ini merupakan imbas perilaku permisif yang dilakukan anak,” kata sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Prof Bagong Suyanto, di Surabaya, Kamis (19/1/2023). 

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah
ADVETISEMENTS
Ucapan Belasungkawa Zakaria A Rahman dari Bank Aceh

Bagong mengungkapkan berbagai faktor penyebab tingginya angka pernikahan di bawah umur yang disebabkan hamil duluan. Menurutnya, tidak hanya akibat kurangnya pengawasan orang tua tapi juga cyber-porno. Kemudian pengaruh lingkungan pergaulan juga berkontribusi pada kasus pernikahan anak di bawah umur.

ADVERTISEMENTS
Berita Lainnya:
Sosiolog Soroti Tradisi Pertunangan Anak di Madura

Faktor yang juga menjadi pemicu menurutnya adalah faktor budaya. Pada sebagian kalangan masyarakat, menikahkan anak dapat dilakukan secepat mungkin sebelum mereka terjerumus melakukan hal-hal yang negatif.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

“Masih ada sebagian masyarakat yang menganggap pernikahan siri tidak masalah meskipun secara hukum tidak dianjurkan tapi praktik ini masih terjadi,” ujarnya.

Bagong mengingatkan, godaan cyber-porno tidak bisa diatasi dengan hanya memblokir konten pornografi. Menurutnya, sang anak juga perlu dibekali daya tahan berupa literasi kritis. 

Selain kontrol dan pengawasan yang dilakukan orang tua, pembinaan khendaknya dilakukan agar anak memiliki kesadaran serta sikap kritis untuk menyikapi cyber-porno.

“Tidak mungkin remaja diawasi orang tua dua puluh empat jam, ada masa dimana dia punya kebebasan sendiri,” kata Bagong.

Bagong melanjutkan, karakteristik anak masa kini yang berbeda dengan generasi sebelumnya menjadikan orang tua harus melakukan pendekatan yang berbeda. Jika dulu, kata dia, jam sembilan malam anak di rumah hati orang tua bisa tenang.

Berita Lainnya:
Penjelasan Hukum Merokok Menurut Ulama Asal Kediri yang Pernah Jadi Mufti di Makkah

“Sekarang anak jam sembilan malam belum keluar kamar harus curiga apa yang dilakukan,” kata Bagong.

Bagong menambahkan, dibutuhkan pemahaman orang tua untuk senantiasa mendampingi dan membimbing anak. 

Membangun ketahanan anak bisa dilakukan melalui jalur agama serta membangun keluarga yang harmonis.

“Keluarga harmonis ini bertujuan agar energi anak tidak digunakan ke hal negatif tapi ke hal yang tidak kalah menarik tapi positif,” kata dia.

Pendidikan seks bagi anak tak luput dari perhatian Bagong. Menurutnya, orang tua cenderung enggan dan tertutup jika anak membicarakan mengenai seksualitas. 

Padahal, anak ketika orang tua tidak mau memberi penjelasan mereka akan mencari sendiri. “Ini bisa menyebabkan anak memahami seksualitas dengan cara yang salah,” ujarnya.    

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi