Selasa, 21/05/2024 - 18:56 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Kekuasaan Inggris dan Realisasi Treaty of London 1824 di Bengkulu

Penulis: Yuda Benharry Tangkilisan, Didik Pradjoko, Eva Riana, Asep Abdurahman Hidayah, Shiva Alsyabani, Aulia Syaharani**

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

PRAKTAT London merupakan perjanjian antara Inggris dan Belanda guna menuntaskan permasalahan yang terjadi setelah Perjanjian Anglo-Belanda tahun 1814.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Pihak Inggris diwakili oleh Charles Watkin dan George Canning, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Anton Reinhard Falck dan Hendrik Fagel. Traktat London diratifikasi oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Maret 1824 yang tersusun atas 17 klausul.

Perihal pertukaran wilayah antara Inggris dan Belanda diatur pada klausul 9 dan 10 dengan pelaksanaan selambat-lambatnya satu tahun hingga 1825.

Kekuasaan Inggris di Bengkulu

Jauh sebelum kedatangan Inggris dan Belanda, kerajaan-kerajaan yang ada Bengkulu mendapat pengaruh dari Aceh dan Banten. Kemelut yang terjadi di Istana Surosowan mengurangi pengaruh Banten di Bengkulu, khususnya di antara keluarga Kerajaan Silebar.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Pamor Aceh di Bengkulu juga mulai melemah pasca berkuasanya para sultanah (penguasa perempuan) sehingga mengalihkan fokus para pembesar Kerajaan Sungai Lemau di Bengkulu Utara untuk mencari sekutu baru

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

Inggris mulai mengalihkan fokusnya dari pulau Jawa setelah Banten di bawah kepemimpinan Sultan Haji menetapkan hak monopoli perdagangan lada bagi Belanda.

Inggris diusir dari Banten pada tahun 1682 dan berpikir untuk mencari daerah alternatif penghasil lada di pesisir barat pulau Sumatera. Berdasarkan saran dari kantor dagang EIC di Madras, mereka menargetkan Pariaman dan Barus yang sudah terkenal pamornya ketika itu.

ADVERTISEMENTS

Sebelum rombongan dari Madras tiba di kedua wilayah itu mereka diundang oleh penguasa Bengkulu (kemungkinan Silebar) untuk datang ke Bengkulu.

ADVERTISEMENTS

Firdaus Burhan dalam bukunya “Bengkulu dalam Sejarah” menjelaskan bahwa ada kemungkinan perubahan rute dari Pariaman ke Bengkulu ini disebabkan oleh kesalahan navigasi mengingat kedua wilayah berada pada zona yang berdekatan.

Berita Lainnya:
Prahara Berlanjut di Bank Aceh

Inggris mulai mendarat di Bengkulu pada tahun 1685 dan disambut hangat oleh penduduk setempat. Inggris hanya bermaksud untuk memonopoli perdagangan sehingga jarang terlibat dalam aktivitas politik bersama Kerajaan Silebar maupun Sungai Lemau.

Gudang lada didirikan oleh Inggris di Pasar Silebar, kemudian berpindah 10 km ke arah Kota Bengkulu sekarang. Di sana Inggris membangun gudang sekaligus benteng untuk melindungi kepentingannya di Bengkulu.

Inggris menghadiahkan sejumlah meriam kepada penguasa Silebar dan sebagai gantinya diberikan sebidang tanah. Pada tahun 1714 di atas tanah tersebut dibangun Benteng Marlborough yang masih kokoh hingga kini.

Lebih lanjut masa awal kekuasaan Inggris di Bengkulu yang lebih berfokus pada penguasaan ekonomi daripada penguasaan wilayah menyebabkan mereka tidak mengalami banyak kesulitan untuk menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Bengkulu.

Berita Lainnya:
Saat Bung Karno Puji 'Wahabi'

Satu-satunya permasalahan yang dihadapi oleh Inggris adalah mereka tidak memahami adat istiadat Bengkulu secara mendalam sehingga sering terjadi kesalahpahaman antar kedua belah pihak.

Penguasa Silebar pernah dihukum ketika jumlah lada yang diperdagangkan kurang dari jumlah yang disepakati sebelumnya sehingga dianggap sebagai pengingkaran janji oleh Inggris. Padahal, tidak tercapainya kuota lada disebabkan oleh musim paceklik yang ketika itu melanda Bengkulu sehingga hasil panen berkurang.

Salah satu gelombang protes terbesar justru hadir dari Kerajaan Sungai Lemau di bawah pimpinan Pangeran Mangku. Penyiksaan yang dilakukan oleh Inggris terhadap Raja Jenggalu (Silebar) membangkitkan kemarahan rakyat Bengkulu.

Kondisi semacam ini dimanfaatkan oleh Pangeran Mangku untuk mendesak Inggris memenuhi segala tuntutannya. Inggris sempat terusir pada tahun 1719 setelah penyerangan dipusatkan ke arah Benteng Marlborough.

Sisa dari orang Inggris yang selamat melarikan diri ke Madras sebelum kemudian kembali lagi pada tahun 1720 dengan taktik yang lebih halus sehingga dapat diterima kembali oleh penguasa di Bengkulu.

Inggris kembali ke Bengkulu setahun setelah pemberontakan terjadi. Kali ini mereka telah mempersiapkan strategi yang lebih halus dengan memperkuat sistem pertahanan dan membatasi kekuasaan para raja di sana.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2 3

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi