Selasa, 21/05/2024 - 22:58 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Aktivisme Pembebasan Palestina di Bawah Represi Media Sosial

 Oleh: Pratiwi Utami, PhD* & Fathiyyah Maryufani, PhD**

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

Media sosial telah dianggap sebagai arena publik yang memberikan kebebasan berekspresi bagi para penggunanya. Namun, paradoks muncul ketika platform media sosial menerapkan moderasi yang diskriminatif terhadap konten-konten tentang konflik Israel-Palestina. Media sosial yang seharusnya menjadi ruang terbuka untuk bicara justru membuat suara pendukung Palestina sulit tersebar. 

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

Elon Musk, pemilik platform X, misalnya, menyatakan bahwa penggunaan kata “decolonization” dan kalimat “from the river to the sea” dilarang beredar di platform tersebut, karena dianggap merujuk pada tindakan genosida. Akibatnya, unggahan di X yang menggunakan kata atau kalimat itu akan dihapus oleh sistem. Instagram juga tidak luput dari praktik moderasi yang kontroversial. Banyak pengguna mengalami shadow ban (pembatasan distribusi dan visibilitas konten) karena telah membagikan konten pro-Palestina.

TikTok, platform yang digemari Generasi Z, juga turut serta melakukan moderasi yang bias terhadap konten. Dengan dalih menghindari ujaran anti-Semit, platform ini telah menghapus lebih dari 925 ribu konten yang mengandung pesan dukungan terhadap Hamas dan mengecam kebijakan Israel.

 

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh

Moderasi sepihak ini merupakan bagian dari upaya Israel untuk membungkam Palestina. Forbes memberitakan, pihak Israel telah meminta platform-platform besar seperti Meta dan TikTok untuk menghapus 8.000 konten yang dianggap berkaitan dengan konflik di Palestina. Kebijakan ini memicu kecurigaan di kalangan pengguna akan keberpihakan perusahaan pemilik platform media sosial. Sebab, moderasi sepihak telah banyak merugikan pendukung Palestina dan menguntungkan Israel. 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action
Berita Lainnya:
Cina-Prancis Suarakan Dukungan Bagi Kemerdekaan Palestina 

Di tengah tekanan dari platform media sosial, muncul respons dari para pengguna media sosial yang pendukung Palestina. Para pengguna media sosial (warganet) menciptakan konten yang mengelabui algoritma, memanfaatkan fitur khas platform, dan berbagai taktik kreatif lainnya untuk memastikan pesan mereka tetap terdengar di tengah ketatnya moderasi yang diterapkan oleh platform.

Resiliensi melawan represi

ADVERTISEMENTS

Pendekatan represif platform media sosial terhadap konten yang mendukung Palestina mendapat respons kreatif dari para pengguna. Akun TikTok @puspaindhh mengunggah video yang menampilkan dirinya sedang berjoget sambil menunjukkan dukungan terhadap Palestina. TikTok, yang sering menampilkan orang berjoget sambil merespons isu aktual, menjadi wadah dinamis untuk menyuarakan pandangan dan ikut serta dalam pembicaraan terkini. Dengan gerakan tari yang disesuaikan dengan konteks “memilih Israel atau Palestina”, pemilik akun @puspaindhh sedang berpartisipasi secara kreatif dalam diskusi tentang konflik Israel-Palestina. 

ADVERTISEMENTS

Konten ini kemudian dibagikan lintas platform untuk meningkatkan visibilitasnya. TikTok memang menyediakan fitur berbagi lintas platform. Video yang diunggah di TikTok dapat dibagikan ke berbagai platform media sosial dan pesan seperti Instagram, Facebook, Messenger, dan WhatsApp. Ini membuat konten dukungan terhadap Palestina tetap dapat terlihat di berbagai platform meskipun TikTok, bersama dengan Facebook dan Instagram, melarang konten yang mempromosikan Hamas.

Berita Lainnya:
Masyarakat Diajak Biasakan Cek Kebenaran Informasi di Medsos

Di Instagram, pengguna asal Indonesia yang mendukung Palestina melakukan strategi lain untuk melawan moderasi algoritma platform ini. Warganet Indonesia secara massal mengunjungi akun Instagram anggota Israel Defense Forces (IDF) dan pendukung kebijakan genosida Israel, meninggalkan komentar penuh kecaman di akun-akun tersebut. Menamai gerakan ini sebagai Operasi Julid Fi Sabilillah, warganet melaporkan akun-akun pendukung Israel ke pengelola Instagram dengan alasan menyebarkan hate speech. Akun @greschinov di platform X bahkan merilis daftar akun media sosial anggota IDF dan mengajak warganet mengecam, memblok, atau melaporkan akun-akun tersebut beramai-ramai.

Tindakan ini dilakukan dengan harapan akun-akun anggota IDF dan pendukung Israel diidentifikasi sebagai ancaman bagi Komunitas Instagram dan akun-akun tersebut ditutup. Jadi, jika sebelumnya algoritma Meta mengklasifikasikan suara-suara pro-Palestina sebagai hate speech, warganet Indonesia memanfaatkan alasan yang sama untuk melaporkan konten pendukung Israel. Warganet Indonesia melawan pembungkaman sistematik (systemic silencing) yang dilakukan platform media sosial dengan memanfaatkan senjata yang sama yang sebelumnya digunakan untuk menekan suara mereka.

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS
1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi