Senin, 27/05/2024 - 02:00 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

NASIONAL
NASIONAL

Partai Buruh Setuju Jokowi Terbitkan Perppu Cipta Kerja Tapi tak Setuju Isinya

“Kami juga tidak percaya dengan DPR RI,” kata Said Iqbal.

ADVERTISEMENTS
QRISnya satu Menangnya Banyak

 JAKARTA — Presiden Partai Buruh Said Iqbal, menjelaskan alasan pihaknya setuju dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Selain karena ketidakpercayaan kepada DPR, ada sejumlah faktor kedaruratan yang membuat Perppu harus dikeluarkan.

ADVERTISEMENTS
Bayar PDAM menggunakan Aplikasi Action Bank Aceh Syariah - Aceh Selatan

“Faktor-faktor darurat dari sisi konstituen Partai Buruh itulah maka Partai Buruh memilih tidak dibahas di Pansus DPR RI, tapi lebih ke dikeluarkannya Perppu. Tapi terhadap isi Perppu, kami menolak,” ujar Said dalam konferensi pers daring, Senin (2/1/2023).

Said menjelaskan, ada beberapa faktor kedaruratan yang saat ini tengah terjadi di tengah masyarakat. Pertama, darurat pemutusan hubungan kerja (PHK). Di mana saat ini sangat mudah melakukan PHK tanpa mendapatkan pesangon yang semestinya.

Lalu, terjadi pula darurat outsourcing atau pegawai alih daya. Menurut dia, saat ini banyak sekali penggunaan pegawai alih daya dengan upah murah yang tidak ada jaminan pensiun serta jaminan kesehatan yang memadai. Berikutnya, ada darurat upah minimum, yang tidak naik dalam tiga tahun terakhir.

ADVERTISEMENTS
PDAM Tirta Bengi Bener Meriah Aplikasi Action Bank Aceh
Berita Lainnya:
Presiden Jokowi Kulineran di Mie Gacoan, Siapa Pemilik Gerai Makanan Viral Ini?

 

ADVERTISEMENTS
Top Up Pengcardmu Dimanapun dan Kapanpun mudah dengan Aplikasi Action

“Kami juga tidak percaya dengan DPR RI. Kami tidak mau jadi keledai. Dibahas, dibahas, dibahas, dibentuk tim kecil di DPR RI. Hasilnya dibuang ke keranjang sampah. Oleh karena itu kami tidak memilih DPR RI, kami memilih Perppu,” jelas dia.

 

ADVERTISEMENTS

 

ADVERTISEMENTS

Berbeda dengan Partai Buruh, Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (Aspek Indonesia) menilai yang yang dibutuhkan oleh rakyat Indonesia saat ini adalah Perppu Pembatalan Omnibuslaw Undang Undang Cipta Kerja. Hal tersebut disampaikan Presiden Aspek Indonesia, Mirah Sumirat.

Menurutnya, ada dua alasan prinsip perlunya Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja. Pertama, alasan formil, karena Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 telah memutuskan Undang Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

“Pemerintah seharusnya menerbitkan Perppu untuk membatalkan Undang Undang Cipta Kerja, dan mengembalikan berlakunya seluruh Undang Undang yang terdampak Omnibus Law. Termasuk kembali memberlakukan Undang Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta seluruh peraturan turunannya,” ujarnya dalam keterangan dikutip Senin (2/1/2023).

Berita Lainnya:
PDIP akan Godok Nama Bakal Calon Gubernur Jakarta

Alasan kedua perlunya Perppu Pembatalan Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja terkait aspek materiil. Mirah Sumirat mengungkapkan, dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja khususnya kluster Ketenagakerjaan, telah membuat pekerja Indonesia semakin miskin.

“Hal ini karena Undang Undang Cipta Kerja telah menghilangkan jaminan kepastian kerja, jaminan kepastian upah dan juga jaminan sosial bagi pekerja Indonesia,” ujarnya.

Ia juga menyampaikan beberapa hal yang ditolak oleh Aspek Indonesia. Pertama, terkait sistem kerja outsourcing yang diperluas tanpa pembatasan jenis pekerjaan.

Kemudian sistem kerja kontrak yang dapat dilakukan seumur hidup, tanpa kepastian status menjadi pekerja tetap. Selanjutnya, sistem upah murah, yang menetapkan upah minimum hanya berdasarkan inflasi atau pertumbuhan ekonomi, tanpa memperhitungkan kebutuhan hidup layak rakyat Indonesia.

Keempat, adalah hilangnya ketentuan upah minimum sektoral provinsi dan kota/kabupaten. Selanjutnya, kemudahan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan.

 

“Termasuk hilangnya ketentuan PHK harus melalui Penetapan Pengadilan. Berkurangnya kompensasi pemutusan hubungan kerja (PHK) pesangon dan penghargaan masa kerja,” ujarnya.

 

Sumber: Republika

ADVERTISEMENTS
x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi