ISLAM

MUI Beri Label Halal Miras Jenis Wine, Bir, Tuak dan Tuyul, Mamat Salamet: Penilaian Ulama Beda-beda

image_pdfimage_print

BANDA ACEH  – Baru-baru ini publik dikejutkan oleh video viral yang menggambarkan produk yang memiliki nama berkonotasi minuman keras (miras) mendapat label halal dari MUI.

ADVERTISEMENTS
SMS Poin - Bank Aceh Syariah

Produk berkonotasi miras yang mendapat label halal tersebut adalah tuyul, wine, bir dan tuak.

ADVERTISEMENTS
Selamat Hari Guru Nasional

Tentu ini membingungkan publik. Sebab, mana mungkin lembaga sekelas MUI memberi label halal untuk produk tersebut.

ADVERTISEMENTS
Kartu ATM di Rumah, Action Mobile di Tangan

Terkait kegaduhan ini, Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH) Kementerian Agama (Kemenag) buka suara soal temuan MUI yang mendapati produk dengan nama tuyul, tuak, bir, dan wine mendapat sertifikat halal. 

ADVERTISEMENTS
Bank Aceh Syariah Mengucapkan Selamat Hari Pahlawan 10 November 2024

Menurut Kepala Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal BPJPH Mamat Salamet Burhanudin, persoalan tersebut hanya berkaitan dengan penamaan, bukan soal kehalalan produknya. 

Ia mengatakan, masyarakat tidak perlu meragukan produk yang telah telah bersertifikasi halal karena sudah terjamin kehalalannya. 

“Karena telah melalui proses sertifikasi halal dan mendapatkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI atau Komite Fatwa Produk Halal sesuai mekanisme yang berlaku,” ujarnya dikutip dari laman resmi Kemenag, Selasa (1/10/2024). 

Menurut Mamat, aturan soal penamaan produk halal sebenarnya sudah diatur dalam regulasi SNI 99004:2021 tentang Persyaratan Umum Pangan Halal. 

Selain itu, Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020 tentang Penggunaan Nama, Bentuk, dan Kemasan Produk yang Tidak Dapat Disertifikasi Halal juga mengatur soal penamaan produk halal. 

Berita Lainnya:
Diplomasi Seni Islam, Kemenag Akan Selenggarakan Festival Istiqlal

Berkaca dari SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020, Mamat menyampaikan, pelaku usaha tidak bisa mengajukan pendaftaran sertifikasi halal apabila nama produknya bertentangan dengan syariat Islam. 

Pengajuan sertifikasi halal juga tidak bisa dilakukan jika tidak sesuai dengan etika dan kepatutan yang berlaku di masyarakat. 

Kendati demikian, Mamat tidak bisa memungkiri bahwa masih ada nama produk yang tidak sesuai SNI 99004:2021 dan Fatwa MUI Nomor 44 Tahun 2020, namun mendapatkan sertifikat halal. 

“Hal ini terjadi karena masing-masing memiliki pendapat yang berbeda-beda terkait penamaan produk. Hal ini dibuktikan dengan data kami di Sihalal,” jelas Mamat. 

Ia mencontohkan, produk wine yang mendapat sertifikat halal sebagaimana diterbitkan berdasarkan ketetapan halal dari Komisi Fatwa MUI berjumlah 61 produk. 

BPJH juga menemukan, produk wine yang sertifikat halalnya diterbitkan berdasarkan ketetapan halal Komisi Fatwa MUI sebanyak delapan produk. 

“Perlu kami sampaikan juga untuk produk-produk dengan nama menggunakan kedua kata tersebut yang ketetapan halalnya dari Komisi Fatwa MUI adalah produk yang telah melalui pemeriksaan dan/atau pengujian oleh LPH, dengan jumlah terbanyak berasal dari LPH LPPOM sebanyak 32 produk. Selebihnya berasal dari lembaga yang lain,” tandas Mamat. 

Berita Lainnya:
Ini Bukti-Bukti Muslim Tiba di Benua Amerika Sebelum Columbus

Terjadi perbedaan pendapat 

Terkait beredarnya produk dengan nama wine hingga tuyul mendapat sertifikat halal, Mamat mengatakan, hal ini mencerminkan fakta bahwa ada perbedaan pendapat di antara ulama soal penamaan produk dalam proses sertifikasi halal. 

Mamat menjelaskan, perbedaan tersebut hanya soal boleh atau tidaknya menggunakan nama-nama yang dinilai tidak sesuai dengan pemberian sertifikat halal. 

Meski begitu, ia menjamin aspek kehalalan dari produk dengan nama bir hingga tuyul yang mendapat sertifikat halal. 

Terpisah, Kepala Pusat Pembinaan dan Pengawasan Jaminan Produk Halal (JPH), Dzikro, mengatakan bahwa perbedaan soal boleh atau tidaknya produk dengan nama bir hingga tuyul mendapat sertifikat halal masih dalam ruang lingkup proses penyelenggaraan layanan sertifikasi halal. 

Ia menilai, proses tersebut didasarkan pada perintah undang–undang (UU) yang melibatkan banyak aktor dan ekosistem layanan yang luas. 

“Untuk itu, BPJPH mengajak semua pihak untuk duduk bersama, berdiskusi dan menyamakan persepsi, agar tidak timbul kegaduhan di tengah masyarakat terkait nama-nama produk,” ujar Dzikro. 

“Sehingga masyarakat tidak ragu untuk mengonsumsi produk-produk bersertifikat halal karena telah terjamin kehalalannya,” tambahnya. 

Temuan MUI  

Sebelumnya, Asrorun menuturkan, video dari masyarakat yang menunjukkan produk dengan nama bir hingga tuyul mendapat sertifikat halal tidak dapat dibenarkan sesuai standar fatwa MUI. 

1 2

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya