Sabtu, 20/04/2024 - 21:29 WIB
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi

TERBARU

OPINI
OPINI

Konser Blackpink: Keselamatan Generasi Dipertaruhkan

ADVERTISEMENTS

Girl Group asal Korea  Selatan (Korsel), Blackpink merayakan kesuksesannya menggulung Indonesia, negeri Muslim terbesar dunia dalam  dua hari rangkaian world tour concert-nya pada 11-12 Maret 2023. Menurut Menparekraf Sandiaga Uno jumlah penonton Blackpink di Jakarta mencapai sekitar 70 ribu orang dalam waktu sehari saja. Jumlah ini ditambah dengan konser hari kedua, belum termasuk jumlah penonton yang turut menikmati konser dari luar Stadion Utama Gelora Bung Karno, demikian sebagaimana yang penulis kutip dari laman merdeka.com yang tayang pada 14/3/2023.

ADVERTISEMENTS
Ucapan Selamat dan Sukses atas Pelantikan Reza Saputra sebagai Kepala BPKA

Tiket konser Blackpink ludes terjual memanen keuntungan hingga ratusan milyar rupiah. Harga tiket di Jakarta dibanderol mulai dari Rp 1,350000 hingga Rp 3,800.000. Berdasarkan penelusuran Tim CNBC di akun Twitter @nctzenbase, beberapa netizen sempat bercerita tentang jumlah pengeluaran untuk menonton konser K-Pop ini. Ada yang tembus Rp 4 juta, Rp 5 juta, hingga Rp 9 juta sebagaimana yang diberitakan oleh cnbcindonesia.com pada tanggal 10/3/2023.

ADVERTISEMENTS
Manyambut Kemenangan Idul Fitri 1445 H dari Bank Aceh Syariah

Jika penontonnya berasal dari luar kota tentu pengeluarannya semakin membengkak karena mereka harus membeli aneka printilan pendukung menonton konser mulai dari biaya transportasi, light stick, penginapan, merchandise, konsumsi hingga membuat pengeluarannya bahkan menembus angka Rp 10 juta.

ADVERTISEMENTS

Berhala Kapitalisme

 Tembus lebih dari seratus ribu penonton, laki-laki maupun perempuan, tua muda, hingga menteri kabinet negara ikut ambil bagian dalam perhelatan ini. Ada yang jauh-jauh datang dari Ambon bahkan dari Aceh untuk menunjukkan kesetiaan mereka pada Blackpink.

Sejumlah pemegang tiket mendapat pengalaman buruk seperti tidak memperoleh kursi hingga dibentak panitia. Akhirnya mereka duduk di pagar pembatas. Tidak hanya itu, bahkan ada juga penonton dengan tiket platinum yang setengah duduk di pagar karena tidak kebagian kursi pagar. Namun mereka mengaku memaafkan panitia. Demi apa coba mereka begitu berusaha? Tentu demi melihat sang idola.

Video dan gambar yang merekam berjalannya konser K-Pop memperlihatkan personil Blackpink yang berpakaian minim bernyanyi diiringi histeria para pemujanya di sepanjang konser berlangsung. Jagad Twitter pun dipenuhi testimoni pengalaman para milenial dan Gen Z yang merupakan member terbesar fandom idol K-Pop. Salah satu cuitan netizen menggambarkan bagaimana ia tak habis pikir terhadap temannya yang rela merogoh dana tabungan hingga Rp 10 juta untuk konser Blackpink namun kemudian memintanya agar meminjamkan sejumlah uang untuk membayar kontrakan.

ADVERTISEMENTS
Mudahkan Hidup Anda!, Bayar PBB Kapan Saja, Di Mana Saja! - Aceh Singkil

Miris memang. Para fandom tidak menyadari bahwa dirinya menjadi target bisnis sebuah proyek besar yang digagas negara Korea Selatan. Generasi muda negeri Muslim terbesar dunia ini menjadi sasaran empuk Kapitalisme melalui mesin pengumpul uang mereka yaitu K-Pop.

Berita Lainnya:
Menilik Pengaruh Indonesia Mengantisipasi Ekslasi Timur Tengah

Sejatinya, K-Pop merupakan ‘soft power’ Korea Selatan yang dicanangkan lebih dari 25 tahun lalu. Pada  tahun 1998 pemerintah Korsel aktif mempromosikan hiburan mereka sebagai salah satu solusi menuntaskan krisis moneter. Solusi itu menjadi gelombang budaya dikenal dengan sebutan Hallyu, yang kemudian melibas dunia termasuk Indonesia. Bagi Korsel, diplomasi budaya menjadi sama pentingnya dengan diplomasi politik.

Gelombang Hallyu berhasil menjadikan para idola K-Pop sebagai berhala. Tidak disembah secara ibadah memang namun kehadirannya senantiasa dinanti, disambut histeris dan tangis haru. Perilakunya ditiru dari bangun tidur hingga tidur kembali tak boleh terlewatkan tanpa up date kabar terbaru para idol.

Korea Selatan berhasil menguasai dunia bahkan secara halus mampu menunaikan penjajahan budaya, politik dan ekonomi melalui para idola K-Pop. Para fandom K-Pop negeri Muslim terbesar dengan sukarela melepaskan identitas keislamannya, kemudian memasrahkan dirinya terseret dalam kegelapan budaya liberal yang diusung oleh sang berhala. K-Pop meneguhkan budaya kohabitasi (perzinaan) dan menderaskan propaganda LGBT di dunia Muslim.

Berhala K-Pop menyihir generasi muda Muslim menjadi pemuja yang hilang daya kritisnya. Konser yang memukau  sejatinya justru merupakan akumulasi gelombang gelap yang memuat sisi kelam bisnis hiburan Korsel bahkan menyingkap wajah asli Korea Selatan yang menyembah supremasi penampilan. Hallyu adalah peradaban hitam yang memuat standar kecantikan yang menyiksa, perundungan yang menjadikan hidup bagai neraka termasuk kesenjangan ekonomi yang kian kentara, ikut menyumbang prestasi lainnya bagi Korsel yaitu negara dengan statistik bunuh diri tertinggi dunia.

Dalam sebuah artikel BBC berjudul “I Could Have Been A K-Pop Idol-But I’m Quit” (Saya bisa menjadi idola K-Pop, tapi saya senang saya berhenti), mantan trainee K-Pop, Elaine Chong mengatakan bahwa biasanya para trainee pingsan kelelahan, dan normal bagi para trainee merasa kelaparan. Lebih lanjut, Chong mengatakan kepada BBC, bahwa ia merasa jijik dengan hal-hal buruk yang ia lihat dan alami di masa pelatihan menjadi idola.

Konser Blackpink silam telah menggambarkan dengan jelas keberpihakan iman dan cinta seorang Muslim. Konser terus berlangsung ditengah lauhan azan magrib, generasi Muslim terus bernyanyi dan menari bersama berhala kapitalisme padahal Rasulullah SAW telah mewasiatkan bahwa seorang Muslim akan dibangkitkan nanti di hari kiamat dan dikumpulkan bersama orang-orang yang ia cintai.

Apakah para fandom K-Pop tidak merasa creepy dengan wasiat Rasulullah SAW? Karena para idola K-Pop itu adalah orang-orang kafir yang tempatnya pasti di dalam neraka jahanam.

Berita Lainnya:
Manisnya Ucapan Ulang Tahun dari 3 Member Blackpink untuk Lisa

Keselamatan Generasi Dipertaruhkan

 Promotor Blackpink disebut menyewa stadion GBK sebagai venue, selama 13 hari untuk pre event, event and post event. Konser tersebut juga mendapat fasilitas keamanan yang sempurna. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menyatakan bahwa total personel gabungan yang diturunkan  untuk mengamankan konser ‘Born Pink World Tour Asia’ sejumlah 1.022 personel. Terdiri dari 30 personel TNI. 932 personel Kepolisian, dan 60 personel Pemda (viva.co.id, 11/3/2023).

Realita ini sungguh miris. Di tengah bejibunnya pekerjaan rumah dengan fakta multidimensi kebobrokan generasi, negara justru memfasilitasi konser yang berakar dari budaya liberal yang rusak. Dipastikan bahwa konser-konser semacam ini akan semakin berpotensi menambah rusak generasi.

Oleh sebab itu patut untuk mengkritisi sikap negara yang mensupport kehadiran konser yang menargetkan anak muda untuk mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk hiburan, di tengah kemiskinan ekstrim yang melanda Indonesia. Sikap ini menampilkan wajah nyata negara yang tidak memiliki visi jelas terhadap kelanjutan generasi.

Sementara itu ungkapan kebanggaan Menparekraf Sandiaga Uno terhadap kesuksesan tour Blackpink di Indonesia karena berdampak positif menaikkan omzet UMKM cukup memprihatinkan. Sandiaga bahkan menyampaikan bahwa 70 ribu pengunjung  yang hadir memadati GBK insya Allah membawa berkah untuk UMKM di sekitar GBK.

Ungkapan ini meneguhkan realitas nyata dampak sekulerisme kapitalisme yang diterapkan di negara ini, sehingga salah menetapkan prioritas dan dikuasai hedonisme. Keselamatan generasi dipertaruhkan demi melipatgandakan neraca perdagangan kapitalis.

Di sisi lain kita mendapati bahwa event-event dakwah seperti Hijrahfest, Malioboro Mengaji dan agenda-agenda serupa yang mengajak generasi muda menuju keberkahan hakiki justru distigmatisasi sebagai agenda radikalisme. Padahal agenda-agenda tersebut sangat penting untuk menyadarkan generasi Muslim di negara Muslim terbesar ini untuk kembali menapaki jalan kebaikan. Hal ini karena Islam memiliki visi yang jelas terhadap generasi sebagai pembangun peradaban Islam yang mulia.

Oleh karena itu respon penguasa terhadap konser Blackpink diantaranya  terkait sikap menteri yang memboyong keluarganya dan menari bersama dalam konser Blackpink, atau sikap menteri yang lainnya, justru sangat kecewa karena konser itu menyebabkan rumput GBK rusak sangat disayangkan. Mereka gagal mendeteksi ancaman keselamatan generasi dengan melihat konser sebatas peluang bisnis dan hiburan.

Sekali lagi, Kapitalisme sekuler menempatkan pemuda sebagai target pasar, santapan lezat bagi para pebisnis dan kroninya untuk melipatgandakan kekayaan mereka tanpa mempedulikan kerusakannya.[]

x
ADVERTISEMENTS

Reaksi & Komentar

Berita Lainnya

Tampilkan Lainnya Loading...Tidak ditemukan berita/artikel lainnya.
IndonesianArabicEnglishRussianGermanFrenchChinese (Simplified)JapaneseMalayHindi